26 Agustus 2020

BID’AHNYA BERSEDEKAP KETIKA I’TIDAL DALAM SHALAT

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ سَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Puja dan puji kepada Maha Agung pemilik semesta alam, yang menggenggam hidup semua makhluk di tangan-Nya, tiada tuhan patut disembah kecuali Allah سبحانه و تعال. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada suri teladan kita, manusia pilihan Allah, imam kita, Nabi Muhammad  beserta keluarga, shahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Sungguh menjadikan suatu yang sangat melegakan jika dapat meluruskan ikhtilaf dari ulama salaf hingga sekarang. Dalam mendasari hukum masalah ini justru saya menyimpulkan dari hal-hal yang tidak disebutkan dalam matan haditsnya. Metode pendekatan ini saya ambil karena dengan kaidah para ulama sebelumnya tidak mungkin terpecahkan. Persoalan ini muncul dikarenakan tidak adanya nash yang nyata sehingganya terjadilah beberapa pendapat yang masing-masing mengklaim dengan dalil yang dipahaminya. Saya hanya berpikir tidak mungkin yang Maha Sempurna menjadikan suatu kaidah yang tidak ada nash penjelas. Yang pasti bahwa kitalah manusia yang dha’if yang belum mampu mencerna apa yang disampaikan lewat nabi-Nya.

Simak hadits di bawah:

صحيح البخاري ٦٩٣: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ أَيْضًا وَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَكَانَ لَا يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي السُّجُودِ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Ibnu Syihab dari Salim bin 'Abdullah dari Bapaknya,
bahwa Rasulullah  mengangkat tangannya sejajar dengan pundaknya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk rukuk dan ketika bangkit dari rukuk dengan mengucapkan: 'Sami'allahu liman hamidah rabbanaa wa lakal hamdu (Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Ya Rabb kami, milik Engkaulah segala pujian)'. Beliau tidak melakukan seperti itu ketika akan sujud." (Shahih Bukhari 693, 757; Shahih Muslim 733; Sunan Abu Daud 721; Sunan Tirmidzi 246; Sunan Ibnu Majah 865; Musnad Ahmad 7905)

Persoalan:

Hadits di atas dan hadits-hadits lain yang menyebutkan tentang i’tidal, tidak satu pun yang menjelaskan tentang bagaimana keadaan berdirinya. Inilah pangkal pokok permasalahan terjadinya perbedaan pendapat dari ulama muttaqadimin hingga sekarang.
Persilangan pendapat dikarenakan pembahasan hanya terfokus seputar berdiri ketika i’tidal yang disangkut-pautkan dengan berdiri yang lainnya. Karena pada hadits tentang i’tidal sama sekali tidak menjelaskan bagaimana cara meletakkan tangan dan di mana diletakkan setelah diangkat, maka hal ini sulit dihindari terjadinya silang pendapat. Bahkan setelah menguraikan masalah ini dengan cukup panjang, secara tegas syaikh Nashiruddin al-Albaniy رحمة الله menghukumi “bersedekap (meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada)” adalah bid’ah dalam kitab Ashlu Shifat Shalat Nabiy. Hal ini menyelesihi beberapa ulama terdahulu dan sezamannya. Dan banyak ulama setelahnya yang tidak sependapat walau se-manhaj dengannya, bahkan berpendapat lebih merajihkan bersedekap ketika i’tidal. Hal ini adalah wajar karena masih ada celah untuk diperselisihkan.

Penjelasan:

Syaikh Ibnu Al Utsaimin رحمة الله menetapkan bahwa, “Hukum asal (gerakan shalat) adalah meletakkan anggota badan sesuai dengan kondisi asli tubuh sampai ada dalil yang menyelisihinya.” (Asy Syarhul Mumthi’, 1:574).
Apakah ini bisa dijadikan kaidah dalam hal ini? Perhatikan hal di bawah:
Dengan posisi berdiri dengan kedua tangan ke bawah kemudian takbiratul ihram sambil mengangkat kedua tangan lalu bersedekap. Semua posisi ini dalam keadaan berdiri. Jadi gerakan yang mana yang disebut gerakan asal? Apakah ketika berdiri sebelum takbir, ketika takbir atau sesudah takbir? Apakah diperbolehkan menetapkan gerakan atau amalan di luar shalat untuk dijadikan kaidah gerakan atau amalan dalam shalat tanpa adanya dalil? Jelas ini bid’ah!!! Karena berdiri sebelum takbiratul ihram bukanlah gerakan dalam shalat walau pun posisi ini sama persis posisi i’tidal (shalat itu diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam).
Selain itu dalam ushul fiqh menetapkan bahwa pendalilan yang menjadikan beberapa pendapat sepadan/sederajat tidak bisa dijadikan sandaran hukum, karena masing-masing pendapat bisa berlainan atau berlawanan yang derajatnya sepadan/sama kuat. Untuk menghukumi suatu amalan, dalam hal ini adalah shalat, maka haruslah merangkum semua gerakan hingga didapati kesimpulan yang final dan mengikat.

Sekarang perhatikan gerakan-gerakan dalam shalat berikut:

Dalam keadaan berdiri setelah takbiratul ihram kita bersedekap, hal ini ada perintah untuk meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada. Lalu pada duduk antara dua sujud, telapak kaki kiri dimiringkan/ dihamparkan untuk diduduki dan telapak kaki kanan ditegakkan. Ketika duduk tasyahud, tangan kanan dihamparkan di atas paha kanan memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan tangan kiri dihamparkan di atas paha kiri, dan posisi kakinya dijelaskan perbedaan gerakannya pada selain tasyahud akhir yaitu duduk iftirasy dan pada tasyahud akhir duduknya tawaruk.
Ini menandakan bahwa anggota badan yang berpasangan akan berselisih gerakannya, hanya jika adanya perintah.

Perhatikan pula hal-hal di bawah ini:

Ketika mengangkat kedua tangan saat takbiratul ihram, takbir bangkit dari rukuk dan takbir intiqal yang lain, apakah ada perintah untuk mengangkat tangan serempak atau bersama-sama? Bisakah didahulukan tangan kanan sebagaimana biasa Rasulullah ﷺ melakukan amal-amal yang lain? Adakah perbedaan posisi kedua tangannya? Begitu pun ketika rukuk, adakah perintah untuk serempak kedua tangan memegang lutut? Bisakah dilakukan dengan tangan kanan dahulu? Adakah perbedaan posisi kedua tangannya? Bagaimana dengan gerakan kedua  tangan ketika duduk antara dua sujud, adakah perintah untuk serempak kedua tangan dihamparkan di atas paha masing-masing?  Bisakah dilakukan dengan tangan kanan dahulu? Adakah perbedaan posisi kedua tangannya? Begitu juga dengan gerakan kedua tangan lalu kedua lutut atau gerakan kedua lutut lalu kedua tangan ketika hendak sujud (untuk lebih jelasnya baca di sini)
Ternyata semua anggota badan yang berpasangan walau tidak ada petunjuk cara menggerakannya, maka cara menggerakannya adalah serempak atau bersama-sama dan posisinya pun bersesuaian/sama.

Kesimpulan:

Menetapkan kaidah hukum dalam shalat bahwa: Gerakan anggota tubuh yang berpasangan jika tidak ada perintah untuk menyelisihi, maka gerakannya adalah serempak dan posisinya bersesuaian/sama .
Inilah hujjah yang tidak ada lagi kesamarannya yaitu: gerakan yang paling sesuai dengan syariat ketika i’tidal (berdiri setelah ruku’) adalah “IRSAL” yaitu berdiri dengan kedua tangan lurus ke bawah.
Saya sependapat dengan syaikh Nashiruddin al-Albaniy bahwa bersedekap ketika i’tidal adalah perbuatan yang diada-adakan (bid’ah), jika sekiranya tidak sependapat silahkan kemukakan dalil.
Demikianlah tahqiq dari saya semoga bermanfaat untuk diri dan semua kaum muslimin. Amin.

تَرَكْتُكُمْ عَلَى البَيْضَاءِ، لَيْلُهَا كَنَهَارِ هَا .......

“Saya tinggalkan kalian dalam keadaan terang benderang, malamnya bagaikan siangnya ........”

 

Wallahu a’lam bish shawwab

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَالرَّحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُالرَّحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Muara Bulian (Jambi), 6 Muharam 1436 H

اَبِى اَكْبَر الخَتَمِي


CATATAN: Telah mengalami beberapa kali suntingan
email 1 : agung_swasana@outlook.co.id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar