19 Mei 2021

HUBUNGAN QUNUTNYA IMAM SYAFI’I DENGAN SAYUR LODEH DAN SAYUR ASEM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ‏

Puja dan puji kepada Maha Agung pemilik semesta alam, yang menggenggam hidup semua makhluk di tangan-Nya, tiada tuhan patut disembah kecuali Allah سبحانه و تعال. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada suri teladan kita, manusia pilihan Allah, imam kita, Nabi Muhammad  beserta keluarga, shahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman

PERMASALAHAN.

Ketika kata qunut dihadirkan, maka persepsi yang muncul pastilah khilafiah. Memang tidak bisa diingkari akan hal ini karena memang sejak zaman ulama salaf hingga kini masih terus terjadi.

Meski pun sebagian materi telah tersiapkan dan sudah sejak lama ingin membahasnya, tetapi karena waktu yang belum teralokasi untuknya, terlebih kekhawatiran akan timbulnya masalah yang tidak diinginkan. Termotivasi adanya seorang teman yang men-share video di group salah satu medsos, maka saya beranikan membahasnya. Video berisi salah satunya tentang qunut yang disampaikan oleh seorang ulama yang mendasari hukum qunut hanya dengan menghadirkan satu hadits Bukhari no. 946 (1.001 versi Fathul Baari). Video tersebut saya komentari: “Sayang ulama ini mendasari hukum hanya dengan satu hadits, sedangkan dalam beristimbath haruslah merangkum semua hadits yang sharih (jelas) hingga menunjukan kebenaran herdasarkan hadits bukan ra’yu (akal). Dan ini saya hadirkan beberapa hadits Bukhari yang juga membahas tentang QUNUT NAZILAH”

Setelah berapa hadits Bukhari saya hadirkan, maka respons spontan bermunculan, terutama yang meng-update status dengan mengatakan: “Maaf mas yang bicara itu Ketua ******* ** Propinsi **** *****........... di **** ***** itu gudangnya kyai mas” yang kemudian juga ditimpali teman yang lain bahwa di Indonesia ini yang mayoritas bermazhab Imam Syafi’i sudah menetapkan bahwa setiap shalat shubuh itu sunnahnya qunut. Bahkan seorang sesepuh kami pun ikut urun bicara: “Hebat, debat hari ini, masalah qunut rupanya, yeee” Namun hanya komentar sesepuh kami yang saya respons dengan jawaban: “Tidak wak, saya hanya menghadirkan beberapa hadits yang juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari”.

Sebelum membahas pokok permasalahannya, mari simak cerita berikut:

Abu Bakar berkata bahwa belakangan ini Muhammad setiap pagi lewat depan rumah dan ketika itu di Jum’at pagi saya tanyai beliau: “Mau ke mana wahai Muhammad?”, beliau menjawab: “Mau ke pasar membeli labu siam, kentang, kol dan daun melinjo untuk sayur lodeh”. Ketika sampai di pasar beliau membeli apa yang dibutuhkan dan terakhir ke penjual santan. Sesampai di tempat penjual santan yang kebetulan Umar juga lewat di situ dan menyapa, "Beli santan ya Muhammad" yang dijawab, "Iya". Ternyata santannya habis, maka Muhammad berubah pikiran sebaiknya disayur asem saja karena bahannya sama. Maka beliau bergegas ke penjual asam yang kebetulan penjualnya adalah Utsman. Setiba di rumah beliau berkata kepada istrinya: “ ‘Aisyah .... santannya habis masaklah sayur asem saja”. Kemudian ‘Aisyah memasak sayur asem yang setelah dinikmati sekeluarga hingga malam ternyata masih bersisa. Atas izin Muhammad, ‘Aisyah memberikan sisa sayur itu kepada Ali. Ibnu Abbas keponakan ‘Aisyah mengatakan bahwa, “Om Muhammad hanya ke pasar kalau istrinya lagi meriang (sakit ringan)”.

Beberapa lama kemudian, cerita ini sampailah ke Syafi’i dan mengatakan: “Telah mengabarkan si Ana dari si Ani menceritakan bahwa Anu mendengar Abu Bakar berkata: ‘Belakangan ini setiap hari Muhammad ke pasar dan pada Jum’at pagi membeli labu siam, kentang, kol dan daun melinjo untuk sayur lodeh’”. Begitu pun cerita ini sampai juga ke Hanafi dan mengatakan: “Telah mengabarkan si Bana dari si Bani menceritakan bahwa Banu mendengar Ali berkata: ‘Pada Jum’at malam ‘Aisyah memberiku sayur asem’”. Cerita ini pun sampai juga ke Hambali dan mengatakan: “Telah mengabarkan si Cana dari si Cani menceritakan bahwa Canu mendengar Utsman berkata: “Pada hari Jum’at, Muhammad membeli asam padaku. Dan ternyata pula cerita ini pun sampai ke Maliki dan ia berkata: “Telah mengabarkan si Dana dari si Dani menceritakan bahwa Danu mendengar Umar berkata: ‘Pada Jum’at pagi aku melihat Muhammad di tempat penjual santan’”.

Singkat kata, Syafi’i setiap pagi ke pasar dan setiap Jum’at membuat sayur lodeh. Hanafi setiap Jum’at membuat sayur asem. Dan Hambali setiap Jum’at membeli asam. Begitu juga Maliki setiap Jum’at membeli santan.

Selang beberapa waktu ada orang yang namanya Bukhari yang pekerjaannya pengumpul kabar, maka ia membukukan kabar dari potong-potongan cerita di atas. Juga muncul beberapa orang yang seprofesi dengannya seperti Muslim, Abu Daud, Tarmidzi, Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Darimi, Daruqutni, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hiban dan lain-lain. Maka lengkaplah sudah cerita itu di bukukan, namun sayangnya potongan-potongan cerita di atas tidak terbukukan dalam satu kitab dan masing-masing membukukan berdasarkan yang dia dapati.

Kurun waktu belakangan apa yang dilakukan Syafi’i, Hambali, Hanafi dan Maliki, masih dilakukan oleh pengikutnya. Di waktu lain setelah masa keempat orang tadi, muncul Ibnu Hajar yang menerima cerita seperti Syafi’i dan dari Hambali, maka ia membuat sayur lodeh pakai asam. Di lain tempat Nawawi membuat sayur asem pakai santan, karena dapat cerita dari Hanafi juga dari Maliki.

Belakangan muncullah Agung Swasana yang setiap Jum’at membuat sayur lodeh pakai asam dan sayur asem pakai santan secara bergiliran dan membuat kedua sayur tersebut pada waktu bersamaan pada hari Jum'at.

Inilah gambaran yang bisa terjadi dalam hadits (kabar). Anggap ini semua adalah hadits Bukhari atau shahih dengan kriteria Bukhari bahkan kriteria Bukhari-Muslim. Secara logika bahwa siapa pun yang menerima kabar lebih banyak harusnya lebih mendekati kebenaran, ternyata tidak mesti seperti itu. Dalam hal ini bisa saja sebagaimana yang dilakukan Agung. Ketika Agung dituduh melakukan kebid’ahan, maka Agung akan sangat marah karena ia telah melakukan sesuai dengan kabar yang valid bahkan beberapa kabar yang ia dapati. Permasalahan dalam cerita ini bisa lebih pelik, rumit dan bisa sangat beragam. Dalam hal ini, benarkah apa yang dilakukan Ibnu Hajar, Nawawi dan Agung Swasana ini? Memang tidak salah jika potongan cerita/berita yang didapat bersifat independen. Karena ini satu rangkaian peristiwa, maka apakah ini yang dimaksud dalam cerita di atas? Jika semua potongan cerita/ kabar bisa terkumpul sebagaimana dalam cerita di atas, maka baru bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah.

Mari ke topik pembahasan tentang qunut, ini saya hadirkan hadits-hadits Bukhari ketika chatting di medsos ditambah beberapa hadits dari kitab-kitab hadits lainnya. Meski tidak semuanya karena semakna dan cukup mewakilinya juga beberapa hadits terutama yang menyangkut khilafiah.

صحيح البخاري ٩٤٦: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ قَالَ  سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ

أَقَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَوَقَنَتَ قَبْلَ الرُّكُوعِ قَالَ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا
Shahih Bukhari 946 (Fathul Bari 1.001): Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata: telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Ayyub dari Muhammad bin Sirin berkata: Anas bin Malik pernah ditanya:
"Apakah Nabi  melakukan qunut dalam shalat Shubuh?" Dia berkata: "Ya." Lalu dikatakan kepadanya: "Apakah beliau melakukannya sebelum rukuk?" Dia menjawab: "Terkadang setelah rukuk." 
(Juga diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud 1.232; Nasa’i 1.061 dan Darimi 1.550) .....[1]

صحيحالبخاري ٩٤٧: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَاصِمٌ قَالَ سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ  عَنْ الْقُنُوتِ فَقَالَ

قَدْ كَانَ الْقُنُوتُ قُلْتُ قَبْلَ الرُّكُوعِ أَوْ بَعْدَهُ قَالَ قَبْلَهُ قَالَ فَإِنَّ فُلَانًا أَخْبَرَنِي عَنْكَ أَنَّكَ قُلْتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ فَقَالَ كَذَبَ إِنَّمَا قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوعِ شَهْرًا أُرَاهُ كَانَ بَعَثَ قَوْمًا يُقَالُ لَهُمْ الْقُرَّاءُ زُهَاءَ سَبْعِينَ رَجُلًا إِلَى قَوْمٍ مِنْ الْمُشْرِكِينَ دُونَ أُولَئِكَ وَكَانَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَهْدٌ فَقَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَيْهِمْ
Shahih Bukhari 947 (Fathul Bari 1.002): Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata: telah menceritakan kepada kami 'Abdul Wahid bin Ziyad berkata: telah menceritakan kepada kami 'Ashim berkata: Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang qunut. Maka dia menjawab:
"Qunut itu benar adanya." Aku bertanya lagi: "Apakah pelaksanaannya sebelum atau sesudah rukuk?" Dia menjawab: "Sebelum rukuk." Ashim berkata: "Ada orang yang mengabarkan kepadaku bahwa engkau mengatakan bahwa pelaksanaannya setelah rukuk?" Anas bin Malik menjawab: "Orang itu dusta. Rasulullah  pernah melaksanakannya setelah rukuk selama satu bulan. Hal itu Beliau lakukan karena Beliau pernah mengutus sekelompok orang (ahli Al Qur'an) yang berjumlah sekitar tujuh puluh orang kepada Kaum Musyrikin selain mereka. Saat itu antara Rasulullah  dan kaum musyrikin ada perjanjian. Kemudian Rasulullah  melaksanakan qunut selama satu bulan untuk berdoa atas mereka (karena telah membunuh para utusannya)."
(Juga diriwayatkan dalam Shahih Bukhari 3.787; Nasa’i 1.060; Ibnu Majah 1.174; Musnad Ahmad 11.709, 12.384, 12.445, 12.646, 12.797, 12.803, 13.112 dan 13.494) .....[2]

صحيح البخاري ٩٤٨: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ قَالَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ عَنْ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ  قَالَ 

قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ
Shahih Bukhari 948 (Fathul Bari 1.003): Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus berkata: telah menceritakan kepada kami Za'idah dari At Taimi dari Abu Mijlaz dari Anas bin Malik ia berkata:
"Nabi  pernah melaksanakan qunut selama satu bulan untuk mendo'akan (kebinasaan) atas suku Ri'la dan Dzakwan."
(Juga diriwayatkan dalam Shahih Bukhari 2.934, 3.780; Shahih Muslim 1.087, 1,088, 1.089, 1.092; Nasa’i 1.069; Musnad Ahmad 11.707, 11.709, 12.244, 13.188, 13.227, 13.228, 13.255. 13.442, 13.493 dan Sunan Darimi 1.548) .....[3]

صحيح البخاري ٩٤٩: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ

كَانَ الْقُنُوتُ فِي الْمَغْرِبِ وَالْفَجْرِ
Shahih Bukhari 949 (Fathul Bari 1.004): Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata: telah menceritakan kepada kami Isma'il berkata: telah menceritakan kepada kami Khalid dari Abu Qilabah dari Anas bin Malik berkata:
"Qunut itu dilakukan pada shalat Maghrib dan Shubuh." .....[4]

صحيح البخاري ٢٥٩١: حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرُ الْحَوْضِيُّ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ إِسْحَاقَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْوَامًا مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ إِلَى بَنِي عَامِرٍ فِي سَبْعِينَ فَلَمَّا قَدِمُوا قَالَ لَهُمْ خَالِي أَتَقَدَّمُكُمْ فَإِنْ أَمَّنُونِي حَتَّى أُبَلِّغَهُمْ عَنْ رَسُولِ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِلَّا كُنْتُمْ مِنِّي قَرِيبًا فَتَقَدَّمَ فَأَمَّنُوهُ فَبَيْنَمَا يُحَدِّثُهُمْ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَوْمَئُوا إِلَى رَجُلٍ مِنْهُمْ فَطَعَنَهُ فَأَنْفَذَهُ فَقَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ فُزْتُ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ ثُمَّ مَالُوا عَلَى بَقِيَّةِ أَصْحَابِهِ فَقَتَلُوهُمْ إِلَّا رَجُلًا أَعْرَجَ صَعِدَ الْجَبَلَ قَالَ هَمَّامٌ فَأُرَاهُ آخَرَ مَعَهُ فَأَخْبَرَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُمْ قَدْ لَقُوا رَبَّهُمْ فَرَضِيَ عَنْهُمْ وَأَرْضَاهُمْ فَكُنَّا نَقْرَأُ أَنْ بَلِّغُوا قَوْمَنَا أَنْ قَدْ لَقِينَا رَبَّنَا فَرَضِيَ عَنَّا وَأَرْضَانَا ثُمَّ نُسِخَ بَعْدُ فَدَعَا عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَبَنِي لَحْيَانَ وَبَنِي عُصَيَّةَ الَّذِينَ عَصَوْا اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Shahih Bukhari 2.591: Telah bercerita kepada kami Hafsh bin 'umar Al Hawdhiy telah bercerita kepada kami Hammam dari Ishaq dari Anas رضي الله عنه berkata:
Rasulullah  mengutus tujuh puluh orang dari Bani Sulaim menemui suku Bani Amir sesampainya di sana pamanku berkata kepada mereka: "Aku akan mendahului kalian seandainya mereka mengizinkanku menyampaikan pesan Rasulullah , sementara itu kalian harus berada di dekatku." Maka ia pun maju ke depan barisan mereka sementara orang kafir menjamin keselamatannya. Namun ketika ia menyampaikan pesan Rasulullah , salah seorang dari mereka menikamnya hingga tewas, pamanku berkata: "Allahu Akbar, demi Tuhan Ka'bah aku telah beruntung, setelah itu mereka menyerang pasukan pamanku dan membunuh habis mereka kecuali seorang laki-laki pincang yang melarikan diri ke gunung, Hammam berkata: "Menurutku ada laki-laki lain yang mampu melarikan diri bersamanya." Kemudian Malaikat Jibril 'alaihis salam mengabarkan kepada Nabi  bahwa mereka (utusan yang telah dibunuh) telah berjumpa dengan Robb mereka, Dia ridha kepada mereka dan memberikan kebahagiaan kepada mereka. (Mereka) berkata: kami telah membaca: (Kami telah menyampaikan kepada kaum kami bahwa kami telah berjumpa dengan Robb, Dia ridha terhadap kami dan memberikan kebahagiaan kepada kami). Lalu (ayat) ini dihapus. Kemudian Nabi  berdo'a selama empat puluh hari (dalam shalat) shubuh mengutuk perkampungan mereka, Dzakwan, Bani Lahyan dan Bani 'Ushayyah yang telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم. .....[5]

صحيح البخاري ٢٦٠٣: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الَّذِينَ قَتَلُوا أَصْحَابَ بِئْرِ مَعُونَةَ ثَلَاثِينَ غَدَاةً عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قَالَ أَنَسٌ أُنْزِلَ فِي الَّذِينَ قُتِلُوا بِبِئْرِ مَعُونَةَ قُرْآنٌ قَرَأْنَاهُ ثُمَّ نُسِخَ بَعْدُ بَلِّغُوا قَوْمَنَا أَنْ قَدْ لَقِينَا رَبَّنَا فَرَضِيَ عَنَّا وَرَضِينَا عَنْهُ
Shahih Bukhari 2.603: Telah bercerita kepada kami Isma'il bin 'Abdullah berkata telah bercerita kepadaku Malik dari Ishaq bin 'Abdullah bin Abi Thalhah dari Anas bin Malik رضي الله عنه berkata:
Rasulullah  berdo'a untuk mengutuk orang-orang yang membunuh para sahabat Bi'ru Ma'unah selama tiga puluh shubuh atas perkampungan Ri'l, Dzakwan dan 'Ushayyah yang telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya. Anas berkata: Telah diturunkan ayat dari Al Qur'an berkenaan dengan orang-orang yang telah dibunuh di Bi'ru Ma'unah dan kami telah membacanya namun kemudian dihapus setelah itu, yaitu berbunyi: "Sampaikanlah kepada kaum kami bahwa kami telah berjumpa dengan Robb kami Dia meridhai kami dan memberikan kebahagiaan kepada kami."
(Juga diriwayatkan dalam Shahih Bukhari 3.786; Shahih Muslim 1.085 dan Musnad Ahmad 12.778) .....[6]

صحيح البخاري ٢٧١٥: حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ ابْنِ ذَكْوَانَ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو فِي الْقُنُوتِ اللَّهُمَّ أَنْجِ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ اللَّهُمَّ أَنْجِ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ اللَّهُمَّ سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ
Shahih Bukhari 2.715: Telah bercerita kepada kami Qabishah telah bercerita kepada kami Sufyan dari Ibnu Dzakwan dari Al A'raj dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata:
Adalah Nabi  membaca do'a qunut (yang artinya): "Ya Allah, tolonglah Hisyam. Ya Allah tolonglah Al Walid bin Al Walid. Ya Allah, tolonglah 'Ayyasy bin Abi Rabi'ah. Ya Allah, tolonglah orang-orang yang lemah dari kalangan orang-orang beriman. Ya Allah, keraskanlah siksaan-Mu kepada (suku) Mudhar. Ya Allah timpakanlah kepada mereka kekeringan sebagaimana kekeringan yang menimpa (kaum) Nabi Yusuf".
(Juga diriwayatkan dalam Shahih Bukhari 3.134, 4.194, 5.914, 6.427; Sunan Nasa’i 1.063; Ibnu Majah  1.234 Musnad Ahmad 6.962, 7.345., 8.785, 8.917, 9.045, 9.692 dan 10.117) ......[7]

صحيح البخاري ٢٨٣٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ وَسَهْلُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُ رِعْلٌ وَذَكْوَانُ وَعُصَيَّةُ وَبَنُو لَحْيَانَ فَزَعَمُوا أَنَّهُمْ قَدْ أَسْلَمُوا وَاسْتَمَدُّوهُ عَلَى قَوْمِهِمْ فَأَمَدَّهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعِينَ مِنْ الْأَنْصَارِ قَالَ أَنَسٌ كُنَّا نُسَمِّيهِمْ الْقُرَّاءَ يَحْطِبُونَ بِالنَّهَارِ وَيُصَلُّونَ بِاللَّيْلِ فَانْطَلَقُوا بِهِمْ حَتَّى بَلَغُوا بِئْرَ مَعُونَةَ غَدَرُوا بِهِمْ وَقَتَلُوهُمْ فَقَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَبَنِي لَحْيَانَ
قَالَ قَتَادَةُ وَحَدَّثَنَا أَنَسٌ أَنَّهُمْ قَرَءُوا بِهِمْ قُرْآنًا أَلَا بَلِّغُوا عَنَّا قَوْمَنَا بِأَنَّا قَدْ لَقِيَنَا رَبَّنَا فَرَضِيَ عَنَّا وَأَرْضَانَا ثُمَّ رُفِعَ ذَلِكَ بَعْدُ
Shahih Bukhari 2.836: Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Basysyar telah bercerita kepada kami Ibnu Abi 'Adiy dan Sahal bin Yusuf dari Sa'id dari Qatadah dari Anas رضي الله عنه bahwa
Nabi  didatangi oleh (utusan) suku Ri'l, Dzakwan dan Banu Lahyan yang mengaku memeluk Islam lalu mereka meminta Beliau agar membimbing (keIslaman) mereka. Nabi  pun membimbing keIslaman mereka dengan mengutus tujuh puluh orang kalangan Anshar yang mereka kami sebut Al Qurra', yaitu orang-orang yang bekerja keras di siang hari dan mendirikan shalat di malam hari. Maka berangkatlah mereka bersama utusan para suku itu, hingga ketika sampai di Bi'ru Ma'unah para suku itu mengkhianati dan membunuh para qurra' tersebut. Kemudian Beliau melakukan qunut selama satu bulan untuk mendoakan kebinasaan suku Ri'l, Dzakwan dan Banu Lahyan.
Qatadah berkata: dan telah bercerita kepada kami Anas bahwa mereka membacakan satu ayat dari Al Qur'an tentang mereka: (Sampaikanlah dari kami kepada kaum kami bahwa kami telah berjumpa dengan Robb kami, maka Dia ridla kepada kami dan kami ridla terhadap-Nya). Kemudian ayat ini dihapus. ....[8]

صحيح البخاري ٣٧٧٩: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْعِينَ رَجُلًا لِحَاجَةٍ يُقَالُ لَهُمْ الْقُرَّاءُ فَعَرَضَ لَهُمْ حَيَّانِ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ رِعْلٌ وَذَكْوَانُ عِنْدَ بِئْرٍ يُقَالُ لَهَا بِئْرُ مَعُونَةَ فَقَالَ الْقَوْمُ وَاللَّهِ مَا إِيَّاكُمْ أَرَدْنَا إِنَّمَا نَحْنُ مُجْتَازُونَ فِي حَاجَةٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَتَلُوهُمْ فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ شَهْرًا فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ وَذَلِكَ بَدْءُ الْقُنُوتِ وَمَا كُنَّا نَقْنُتُ
قَالَ عَبْدُ الْعَزِيزِ وَسَأَلَ رَجُلٌ أَنَسًا عَنْ الْقُنُوتِ أَبَعْدَ الرُّكُوعِ أَوْ عِنْدَ فَرَاغٍ مِنْ الْقِرَاءَةِ قَالَ لَا بَلْ عِنْدَ فَرَاغٍ مِنْ الْقِرَاءَةِ
Shahih Bukhari 3.779: Telah menceritakan kepada kami Abu Ma'mar telah menceritakan kepada kami Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz dari Anas رضي الله عنه, dia berkata:
Nabi  pernah mengutus tujuh puluh orang untuk suatu keperluan, mereka disebut sebagai qurra` (para ahli al Qur'an), mereka di hadang oleh penduduk dari bani Sulaim, Ri'l dan Dzakwan dekat mata air yang disebut dengan Bi'r Ma'unah, mereka berkata: "Demi Allah, bukan kalian yang kami inginkan, kami hanya ada perlu dengan Nabi ." Mereka akhirnya membunuh para sahabat tersebut, maka Nabi  mendo'akan kecelakan kepada mereka (Sulaim, Ri'l dan Dzakwan) selama sebulan pada shalat shubuh, itu adalah awal kali dilakukannya qunut, sebelumnya kami tidak pernah melakukan do'a qunut."
Abdul Aziz mengatakan: seseorang bertanya kepada Anas tentang qunut, apakah ia dikerjakan setelah rukuk ataukah setelah selesai membaca ayat?" Anas menjawab: "Tidak, bahkan dikerjakan setelah selesai membaca ayat." .....[9]

صحيح البخاري ٣٧٨٢: حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسٌ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ خَالَهُ أَخٌ لِأُمِّ سُلَيْمٍ فِي سَبْعِينَ رَاكِبًا وَكَانَ رَئِيسَ الْمُشْرِكِينَ عَامِرُ بْنُ الطُّفَيْلِ خَيَّرَ بَيْنَ ثَلَاثِ خِصَالٍ فَقَالَ يَكُونُ لَكَ أَهْلُ السَّهْلِ وَلِي أَهْلُ الْمَدَرِ أَوْ أَكُونُ خَلِيفَتَكَ أَوْ أَغْزُوكَ بِأَهْلِ غَطَفَانَ بِأَلْفٍ وَأَلْفٍ فَطُعِنَ عَامِرٌ فِي بَيْتِ أُمِّ فُلَانٍ فَقَالَ غُدَّةٌ كَغُدَّةِ الْبَكْرِ فِي بَيْتِ امْرَأَةٍ مِنْ آلِ فُلَانٍ ائْتُونِي بِفَرَسِي فَمَاتَ عَلَى ظَهْرِ فَرَسِهِ فَانْطَلَقَ حَرَامٌ أَخُو أُمِّ سُلَيْمٍ وَهُوَ رَجُلٌ أَعْرَجُ وَرَجُلٌ مِنْ بَنِي فُلَانٍ قَالَ كُونَا قَرِيبًا حَتَّى آتِيَهُمْ فَإِنْ آمَنُونِي كُنْتُمْ وَإِنْ قَتَلُونِي أَتَيْتُمْ أَصْحَابَكُمْ فَقَالَ أَتُؤْمِنُونِي أُبَلِّغْ رِسَالَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلَ يُحَدِّثُهُمْ وَأَوْمَئُوا إِلَى رَجُلٍ فَأَتَاهُ مِنْ خَلْفِهِ فَطَعَنَهُ قَالَ هَمَّامٌ أَحْسِبُهُ حَتَّى أَنْفَذَهُ بِالرُّمْحِ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ فُزْتُ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ فَلُحِقَ الرَّجُلُ فَقُتِلُوا كُلُّهُمْ غَيْرَ الْأَعْرَجِ كَانَ فِي رَأْسِ جَبَلٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْنَا ثُمَّ كَانَ مِنْ الْمَنْسُوخِ إِنَّا قَدْ لَقِينَا رَبَّنَا فَرَضِيَ عَنَّا وَأَرْضَانَا فَدَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ ثَلَاثِينَ صَبَاحًا عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَبَنِي لَحْيَانَ وَعُصَيَّةَ الَّذِينَ عَصَوْا اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Shahih Bukhari 3.782: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Hammam dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dia berkata: telah menceritakan kepadaku Anas,
bahwa Nabi  pernah mengutus paman beliau, yaitu saudara laki-laki Ummu Sulaim, untuk menyertai tujuh puluh orang sahabatnya yang kemudian terbunuh di Bi'rul Ma'unah. Pemimpin musyrik pada saat itu adalah 'Amir bin Thufail, ia memberikan tiga pilihan. Thufail mengatakan, 'Bagimu penduduk Sahl dan untukku penduduk Madar, atau aku menjadi pemimpin bagimu atau aku akan memerangimu dengan mengerahkan penduduk Ghathafan sebanyak seribu dan seribu. 'Amir ditikam di rumah Ummu Fulan, lalu dia berkata: 'Penyakit seperti penyakit unta, di rumah seorang wanita dari keluarga bani fulan, datangkan kudaku kepadaku. 'Maka ia meninggal di atas kudanya. Lalu berangkatlah Haram, yaitu saudara Ummu Sulaim -dia adalah seorang laki-laki yang cacat- dan dia berangkat bersama seorang laki-laki dari Bani Fulan, dia berkata: "Hendaknya posisi kalian berada dekat denganku, hingga aku dapat mendatangi mereka, jika mereka memberikan jaminan keamanan kepadaku, kalian dekat, namun jika mereka membunuhku, maka mereka dapat mendatangi sahabat kalian. "Haram lalu angkat bicara: "Apakah kalian mempercayaiku jika aku akan menyampaikan risalah Rasulullah ?" kemudian Haram mengajak bicara mereka, ternyata mereka memberi isyarat kepada salah seorang di antara mereka, lantas laki-laki tersebut mendatangi dari belakang dan menikamnya dengan tombak hingga tembus." Haram berkata: "Allahu akbar, demi Rabb Ka'bah aku menang." Akhirnya semua sahabat ditangkap dan dibunuh selain laki-laki yang cacat, ketika itu ia tengah berada di puncak gunung, maka Allah menurunkan ayat-Nya kepada kami, kemudian ayat tersebut termasuk yang dimansukh, yaitu ayat: "Sesungguhnya kami telah menemui Rabb kami, maka Dia meridlai kami dan kami pun ridla terhadap-Nya. "Setelah itu Nabi  mendo'akan kebinasaan kaum tersebut selama tiga puluh hari, yaitu terhadap Ri'l, Dzakwan, Lahyan dan 'Ushayyah yang telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم." .....[10]

صحيح البخاري ٣٧٨٥: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوعِ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَيَقُولُ عُصَيَّةُ عَصَتْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Shahih Bukhari 3.785: Telah menceritakan kepada kami Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abdullah telah mengabarkan kepada kami Sulaiman At Taimi dari Abu Mijlaz dari Anas رضي الله عنه, dia berkata:
Nabi  melaksanakan qunut setelah rukuk selama sebulan, beliau mendo'akan kebinasaan terhadap Ri'l, Dzakwan, beliau bersabda: "'Ushayyah adalah kaum yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya."
(Juga diriwayatkan dalam Shahih Bukhari 5.915; Shahih Muslim 1.091, 11096, 4.576; Sunan Tirmidzi 3.876, 3.884;  Musnad Ahmad 4.183, 4.813, 4.862, 5.010, 5.819, 5.863, 5.922 dan Darimi 2.413) .....[11] 👉 [1] s/d [11] adalah hadits-hadits yang saya hadirkan ketika chatting dalam sebuah medsos.

صحيح مسلم ١٠٨٣: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِهْرَانَ الرَّازِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ حَدَّثَهُمْ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ بَعْدَ الرَّكْعَةِ فِي صَلَاةٍ شَهْرًا إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ يَقُولُ فِي قُنُوتِهِ اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ اللَّهُمَّ نَجِّ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ اللَّهُمَّ نَجِّ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ اللَّهُمَّ نَجِّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ ثُمَّ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكَ الدُّعَاءَ بَعْدُ فَقُلْتُ أُرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ تَرَكَ الدُّعَاءَ لَهُمْ قَالَ فَقِيلَ وَمَا تُرَاهُمْ قَدْ قَدِمُوا
و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا شَيْبَانُ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ يُصَلِّي الْعِشَاءَ إِذْ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ثُمَّ قَالَ قَبْلَ أَنْ يَسْجُدَ اللَّهُمَّ نَجِّ عَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ ثُمَّ ذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ الْأَوْزَاعِيِّ إِلَى قَوْلِهِ كَسِنِي يُوسُفَ وَلَمْ يَذْكُرْ مَا بَعْدَهُ
Shahih Muslim 1.083: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mihran Ar Razi telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami Auza'i dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Salamah, bahwa Abu Hurairah menceritakan kepada mereka,
bahwa Nabi  melakukan qunut setelah ruku' dalam shalat selama sebulan. Jika beliau selesai membaca sami'allahu liman hamidah, beliau membaca dalam do'anya: ALLAAHUMMA ANJI ALWALIIDA BIN ALWALIID, ALLAAHUMMA NAJJI SALMAH BIN HISYAM, ALLAAHUMMA NAJJI AYYASY BIN ABI RABIAH, ALLAAHUMMA NAJJI ALMUSTADH'AFIINA MINAL MU'MINIINA, ALLAAHUMMAUSYDUD WATH'ATAKA 'ALAA MUDHARR, ALLAAHUMMAJ'ALHAA ALAIHIM SINIINA KASIINII YUUSUFA (Ya Allah, selamatkanlah Walid bin Walid, Ya Allah, selamatkanlah Salmah bin Hisyam, Ya Allah, selamatkanlah, Ayyasy bin Abu Rabiah, Ya Allah, selamatkanlah orang-orang yang tertindas dari orang-orang mukmin, Ya Allah, keraskanlah hukumanMu terhadap Mudharr, Ya Allah, jadikanlah untuk mereka tahun-tahun paceklik sebagaimana tahun-tahun paceklik Yusuf)." Abu Hurairah berkata: kemudian aku melihat Rasulullah  meninggalkan doa qunutnya. Aku berkata: "Setahuku Rasulullah  meninggalkan doa qunut setelah itu." Abu Hurairah mengatakan: "Diberitakan bahwa mereka langsung dibinasakan seketika itu juga."
Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Husain bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Syaiban dari Yahya dari Abu Salamah, bahwa telah memberitakan kepada mereka Abu Hurairah bahwa ketika shalat isya`, Rasulullah , tepatnya setelah beliau mengucapkan sami'allahu liman hamidah, sebelum sujud beliau membaca doa "ALLAAHUMMA NAJJI AYYASY BIN ABI RABIAH (Ya Allah, selamatkanlah Ayyasy bin Abu Rabiah), kemudian ia menyebutkan seperti hadits Auza'i hingga sabdanya "Sebagaimana tahun-tahun paceklik Yusuf), " dan ia tidak menyebutkan kalimat sesudahnya. (juga diriwayatkan dalam Sunan Darimi 1.547; Shahih Ibnu Khuzaimah 621) .....[12]

صحيح مسلم ١٠٩٣: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ
Shahih Muslim 1.093: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyar, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah, katanya: "Aku mendengar Ibnu Abu Laila berkata: telah menceritakan kepada kami Al Barra` bin 'Azib,
bahwa Rasulullah  pernah melakukan qunut ketika shubuh dan maghrib." (juga diriwayatkan dalam Sunan Daruquthni 1.668). ...[13]

مسند أحمد ٢٦١٠: حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ وَعَفَّانُ قَالَا حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ هِلَالٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ

قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ الْأَخِيرَةِ يَدْعُو عَلَيْهِمْ عَلَى حَيٍّ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ أَرْسَلَ إِلَيْهِمْ يَدْعُوهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَقَتَلُوهُمْ قَالَ عَفَّانُ فِي حَدِيثِهِ قَالَ وَقَالَ عِكْرِمَةُ هَذَا كَانَ مِفْتَاحَ الْقُنُوتِ
Musnad Ahmad 2.610: Telah menceritakan kepada kami Abdush Shamad dan 'Affan keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Tsabit dari Hilal dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata:
"Rasulullah  melakukan qunut selama sebulan berturut-turut dalam shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya` dan Shubuh, yaitu di akhir shalat setelah mengucapkan, SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH pada raka'at terakhir. Beliau mendoakan keburukan atas mereka, yakni (beberapa) kabilah dari bani Sulaim, yaitu Ri'l, Dzakwan dan Ushayyah, orang-orang yang ada di belakang beliau mengamini. Beliau pernah mengirim utusan kepada mereka untuk mengajak memeluk Islam, namun mereka justru membunuh utusan tersebut." 'Affan berkata dalam haditsnya, ia berkata: Ikrimah berkata: "Ini adalah permulaan qunut." ....[14]

صحيح مسلم ١٠٨٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا

وَاللَّهِ لَأُقَرِّبَنَّ بِكُمْ صَلَاةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ وَيَدْعُو لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ
Shahih Muslim 1.084: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Hisyam telah menceritakan kepadaku Ayahku dari Yahya bin Abu Katsir, katanya: telah menceritakan kepada kami Abu Salamah bin Abdurrahman, ia mendengar Abu Hurairah mengatakan:
"Demi Allah, akan aku akan berusaha mendekatkan kalian dengan Shalat Rasulullah ." Selanjutnya Abu Hurairah melakukan qunut dalam shalat zhuhur, isya`, dan shalat shubuh, mendoakan kebaikan untuk orang-orang mukmin dan melaknat orang-orang kafir." (juga diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud 1.228) .....[15]

صحيح مسلم ١٠٩٢: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ
Shahih Muslim 1.092: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdurrahman telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Qatadah dari Anas
bahwa Rasulullah  melakukan doa "qunut" selama sebulan, beliau mendo'akan kebinasaan terhadap sejumlah penduduk dusun arab, setelah itu beliau meninggalkannya." (juga diriwayatkan dalam Musnad Ahmad 11.707). .....[16]

سنن أبي داوود ١٢٣٣: حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ الطَّيَالِسِيُّ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا ثُمَّ تَرَكَهُ
Sunan Abu Daud 1.233: Telah menceritakan kepada Kami Abu Al Walid Ath Thayalisi, telah menceritakan kepada Kami Hammad bin Salamah dari Anas bin Sirin dari Anas bin Malik
bahwa Nabi  melakukan qunut selama satu bulan kemudian beliau meninggalkannya ......[17]

سنن أبي داوود ١٢٣٠: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ

قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلَاةِ الْعَتَمَةِ شَهْرًا يَقُولُ فِي قُنُوتِهِ اللَّهُمَّ نَجِّ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ اللَّهُمَّ نَجِّ سَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ اللَّهُمَّ نَجِّ الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ اللَّهُمَّ اجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ سِنِينَ كَسِنِي يُوسُفَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَأَصْبَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَلَمْ يَدْعُ لَهُمْ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ وَمَا تُرَاهُمْ قَدْ قَدِمُوا
Sunan Abu Daud 1.230: Telah menceritakan kepada Kami Abdurrahman bin Ibrahim, telah menceritakan kepada Kami Al Walid, telah menceritakan kepada Kami Al Auza'i, telah menceritakan kepadaku Yahya bin Abu Katsir, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah, ia berkata:
Rasulullah  melakukan qunut pada saat shalat 'Isya selama satu bulan, ketika qunut beliau berdoa: "Ya Allah, selamatkan Al Walid bin Al Walid, ya Allah, selamatkan Salamah bin Hisyam, ya Allah, selamatkan orang-orang mukmin yang lemah, ya Allah, keraskan siksaMu kepada Mudhar, ya Allah, jadikan siksaMu kepada mereka selama bertahun-tahun seperti beberapa tahun yang dialami Yusuf." Abu Hurairah berkata: pada suatu hari beliau tidak mendoakan untuk mereka, kemudian aku tanyakan hal tersebut kepada beliau, kemudian beliau berkata: "Bagaimana pendapatmu, sementara mereka telah meninggal." .....[18] 👉 [12], [16], [17], [18] .....{1}

سنن الدارقطني ١٦٧٧: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ بُهْلُولٍ , ثنا أَبِي , ثنا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى , ح وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ , ثنا أَحْمَدُ بْنُ يُوسُفَ السُّلَمِيُّ , ثنا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى , ثنا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِيُّ , عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ , عَنْ أَنَسٍ

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُوا عَلَيْهِمْ ثُمَّ تَرَكَهُ, وَأَمَّا فِي الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا». , لَفْظُ النَّيْسَابُورِيِّ
Sunan Daruquthni 1.677: Ahmad bin Ishak bin Buhlul menceritakan kepada kami. bapakku menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami dan Abu Bakar An Naisaburi menceritakan kepada kami. Ahmad bin Yusuf As-Sulami menceritakan kepada kami. Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami, Abu Ja'far Ar-Razi menceritakan kepada kami, dari Ar-Rabi' bin Anas, dari Anas,
"Bahwa Nabi mengerjakan qunut selama sebulan. dengan mendoakan untuk kecelakaan mereka kemudian beliau meninggalkannya. Sedangkan dalam shalat Shubuh, beliau selalu mengerjakan qunut hingga meninggal dunia." Redaksi An-Naisaburi. .....[19]

مسند أحمد ١٢١٩٦: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ يَعْنِي الرَّازِيَّ عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ

مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Musnad Ahmad 12.196: Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, yaitu ar-Razi dari ar-Rabi' bin Anas dari Anas bin Malik berkata:
"Rasulullah  masih selalu mengerjakan qunut pada shalat fajar (shubuh) hingga meninggal dunia." (juga diriwayatkan dalam Sunan Daruquthni 1.678) ..... [20] 👉 [19], [20] .....{2}

سنن الدارقطني ١٦٨٤: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ النَّيْسَابُورِيُّ , حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَرْزُوقٍ , ثنا أَبُو عَاصِمٍ , عَنْ عِمْرَانَ الْقَطَّانِ , عَنِ الْحَسَنِ , فِيمَنْ نَسِيَ الْقُنُوتَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ , قَالَ: «عَلَيْهِ سَجْدَتَا السَّهْوِ«

Sunan Daruquthni 1.684: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Marzuk menceritakan kepada kami, Abu Ashim menceritakan kepada kami, dari Imran Al Qaththan, dari Al Hasan, tentang orang yang lupa mengerjakan qunut dalam shalat Shubuh, "Dia harus mengerjakan dua sujud sahwi”....[21]

مسند أحمد ٢٥٩٥٣: حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو مَالِكٍ قَالَ

كَانَ أَبِي قَدْ صَلَّى خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ ابْنُ سِتَّ عَشْرَةَ سَنَةً وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَقُلْتُ لَهُ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ قَالَ لَا أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ
Musnad Ahmad 25.953: Telah menceritakan kepada kami Yazid dia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Malik dia berkata:
"Ayahku dulu shalat di belakang Rasulullah  -saat masih berumur enam belas tahun-, bersama Abu Bakar, 'Umar dan Utsman. Aku lalu bertanya kepadanya, "Apakah mereka melakukan qunut?" Dia menjawab, "Wahai anakku, itu adalah perkara yang diada-adakan." .....[22]

مسند أحمد ١٥٣١٧: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو مَالِكٍ قَالَ

قُلْتُ لِأَبِي يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ هَاهُنَا بِالْكُوفَةِ قَرِيبًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ قَالَ أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ
Musnad Ahmad 15317: Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun berkata: telah mengabarkan kepada kami Abu Malik berkata:
Saya berkata kepada bapakku, Wahai bapakku, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah , Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman dan 'Ali waktu di Kufah selama hampir lima tahun, lalu apakah mereka melakukan Qunut? Dia berkata: 'Wahai anakku, itu adalah perkara yang baru’. .....[23]

صحيح ابن حبان ١٩٨٩: أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ خَلِيفَةَ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ الأَشْجَعِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ:

صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ يَقْنُتْ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ فَلَمْ يَقْنُتْ، وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ، فَلَمْ يَقْنُتْ، وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عُثْمَانَ، فَلَمْ يَقْنُتْ، وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عَلِيٍّ، فَلَمْ يَقْنُتْ ثُمَّ قَالَ: يَا بُنَيَّ إِنَّهَا بِدْعَةٌ.
Shahih Ibnu Hibban 1.989: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, Khalaf bin Khalifah menceritakan kepada kami dari Abu Malik Al Asyja'i, dari ayahnya, dia berkata,
Aku shalat di belakang Nabi , dan beliau tidak melakukan qunut. Aku shalat di belakang Abu Bakar, dan dia tidak melakukan qunut. Aku shalat di belakang Umar, dan dia tidak melakukan qunut. Aku shalat di belakang Utsman, dan dia tidak melakukan qunut. Aku lalu shalat di belakang Ali, dan dia juga tidak melakukan qunut." Kemudian dia (ayahnya) berkata, “Wahai Putraku, sesungguhnya itu adalah bid’ah." (juga diriwayatkan dalam Sunan Nasa'i 1.070) .....[24]

سنن الدارقطني ١٦٨٨: حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ , حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مَنْصُورٍ الطُّوسِيُّ , حَدَّثَنَا شَبَابَةُ , حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَيْسَرَةَ أَبُو لَيْلَى , عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ أَبِي حُرَّةَ , عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ , قَالَ:

أَشْهَدُ أَنِّي سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ ,يَقُولُ: «إِنَّ الْقُنُوتَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ بِدْعَةٌ«
Sunan Daruquthni 1.688: Al Husain bin Isma'il menceritakan kepada kami, Muhammad bin Manshur AthThusi menceritakan kepada kami. Syababah menceritakan kepada kami. Abdullah bin Maisarah Abu Laila menceritakan kepada kami. dari Ibrahim bin Abi Hurrah, dari Sa'id bin Jubair, dia berkata,
"Saya bersaksi bahwa saya mendengar Ibnu Abbas mengatakan, "Sesungguhnya qunut dalam shalat Shubuh adalah bid'ah." .....[25] 👉 [22], [23], [24], [25] .....{3}

PEMBAHASAN


Setiap kita temui seorang ulama berfatwa dengan satu atau beberapa hadits padahal terbukti ada lebih dari itu bahkan sangat banyak dan tidak disertakan dalam berhujjah, maka ia terlebeli opsi sebagai berikut:

1. Hadits-hadits lain tidak sampai padanya

2. Terlupa atau tidak terlintas untuk menyertakan hingga akhir hayatnya

3. Sengaja tidak disertakan karena dinilai cacat yang kita ketahui dengan dikomentari hadits tersebut olehnya

4.  Jika fatwanya berubah, bisa jadi sebelum wafat ia teringat, terlintas atau menemukan satu atau berapa hadits lainnya, sebagaimana kita temui dalam kitab-kitab Imam Syafi’i yaitu “qoul qodim dan qoul jadid” bahkan ada yang kembali lagi ke qoul qadim.

5. Ia jahil (bodoh)

6. Ia berkhianat.

Dalam video yang ada di Youtube, ulama tersebut memegang dan bergantian mengangkat kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Saya tidak akan menampilkan linknya, silahkan cari sendiri dan silahkan lebeli dengan parameter di atas.

Apakah ini juga berlaku untuk Imam Syafi’i, imam-imam madzhab lain dan juga ulama-ulama muttaqadimin hingga muttaakhirin? So pasti yess.

Untuk point "a" dan "b" di bawah sangatlah tidak pantas disertakan sebagai parameter penilaian ulama salaf. Namun agar tercapai obyektifitas dalam berhukum, mari kita sama-sama lebeli Imam Syafi’i dengan parameter di atas:

a. Apakah beliau pengkhianat, saya pastikan kita sepakat “TIDAK”. Jika beliau sekali saja berkhianat dengan menyembunyikan satu hadits dan sangat dimungkinkan diketahui oleh ulama-ulama pendahulu kita, pastilah sejak lama ditinggalkan dan distempeli “KADZAB”.

b. Apakah beliau seorang yang jahil, saya pastikan juga kita sepakat tidak. Jika beliau jahil sudah pasti juga sejak lama fatwa-fatwa beliau dikritik bahkan dicampakkan di tong sampah oleh ulama pendahulu kita.

c. Apakah fatwa beliau tentang qunut shubuh berubah hingga akhir hayatnya? Ternyata tidak, yang artinya beliau memang terlupa atau tidak terlintas untuk menyertakan atau tidak ketemu hadits lain.

d. Apakah dari sekian hadits di atas ada yang beliau komentari? Tidak satu pun yang beliau komentari. 

e. Apakah dari sekian hadits hanya satu yang beliau ingat? Jika “YA”, artinya beliau pikunnya kebangetan. Bukankah para penyusun kitab hadits itu hidup tidak sezaman dan kebanyakan setelah zaman Imam Syafi’i, jadi tidak mungkin beliau berhujjah dengan hadits-hadits mereka. Betul, hanya saja hadits-hadits itu sudah ada jauh sebelum beliau lahir. Ketika zaman para penyusun kitab hadits, dibukukan berdasarkan yang mereka temukan masing-masing seperti yang kita dapati sekarang berupa “SHAHIH BUKHARI, SHAHIH MUSLIM, SUNAN ABU DAUD” dan lainnya. Dan juga bisa kita jumpai “MUSNAD SYAFI’I” yaitu kumpulan hadits-hadits bersanad dari kitab-kitab beliau.

Kesimpulan point "e" sudah dipastikan tidak mungkin, karena orang pelupa tidak mungkin jadi ulama.

f. Kesimpulan akhir yang pasti adalah bahwa beliau hanya menerima dua hadits yang buktinya bisa kita dapati di Musnad Syafi’i

Inilah salah satu hadits qunut yang saya temukan dalam Musnad Syafi’i

مسند الشافعي ١٧٧١: أَخْبَرَنَا بِذَلِكَ، سُفْيَانُ عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ فِي الصُّبْحِ قَالَ: «اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ«
Musnad Syafi'i 1.771: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah bahwa Nabi  melakukan qunut dalam shalat Shubuh. Untuk itu, beliau mengucapkan, "Ya Allah selamatkanlah Al Walid bin Walid, Salamah bin Hisyam, dan Ayasy bin Abu Rabi'ah”.

Sangatlah wajar jika hanya menerima hadits ini dan satunya hadits qunut setelah ruku', maka beliau mendawamkan amalan ini hingga akhir hayat. Hanya saja yang saya pertanyakan. mengapa yang dibaca itu doa qunut witir? Padahal dalam hadits jelas terpampang doa qunut nazilah dan tidak seorang shahabat pun apalagi Rasulullah  yang mengajarkan bacaan qunut witir dibaca untuk qunut nazilah. Apakah ini merupakan ibadah kreatif sebagaimana Ibnu Hajar, Nawawi dan Agung Swasana dalam cerita di atas? Rasanya tidak penting amat untuk dibahas, yang perlu digaris bawahi bahwa Imam Syafi’i mengamalkan qunut setiap shalat shubuh hingga akhir hayatnya.

Dalam pembahasan tentang khilafiah qunut shubuh, yang paling krusial yaitu tentang hadits Ahmad 12.196 dan Daruqutni 1.677 pada kata

يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا

Rasulullah  "selalu melakukan qunut pada shalat fajar (shubuh) hingga meninggalkan dunia”. .....{2}

Banyak ulama hadits menilai bahwa hadits ini dha’if secara sanad atau karena dibenturkan dengan hadits yang lebih shahih yaitu Musnad Ahmad 25.953, Shahih Ibnu Hibban 1.989 dan Sunan Daruquthni 1.688 ....{3}, but not for me. Hadits {2} ini harus diangkat hingga sederajat dengan hadits {3}, agar jika ditabrakkan kedua hadits ini tidak hancur, rusak, gompel atau mungkin hanya sekedar retak. Jika hadits {2} didha’ifkan, maka qunut nazilah dipastikan tidak akan ada lagi. Karena pada hadits {1} dikatakan doa qunut ini telah ditinggalkan, hal ini diperkuat hadits Abu Hurairah yang mengatakan: “Pada suatu hari beliau tidak mendoakan untuk mereka, kemudian aku tanyakan hal tersebut kepada beliau, kemudian beliau berkata: ‘Bagaimana pendapatmu, sementara mereka telah meninggal’" ..... hadits [18]. Bahkan dibid'ahkan oleh hadits {3} dan hanya hadits {2} ini yang mengabarkan bahwa masih dilakukannya qunut shubuh.

Memang benar bahwa hadits dipastikan tidak mungkin bertolak belakang yang keduanya shahih terutama maknanya, ketika didapati hadits derajat di bawahnya sudah selayaknya jika ditarjih hadits yang lemah harus dibuang. Usahakan dkompromikan jika masih mungkin. 

Sebetulnya qunut shubuh manakah yang selalu dilakukan oleh Rasulullah  yang dimaksud dalam hadits {2} ini? Apakah qunut shubuh sebagaimana qunut shubuhnya Imam Syafi’i? Dipastikan tidak mungkin!!! Karena mustahil mengambil pendapat orang yang belum lahir. Selain itu pendapat ini pasti berbenturan dengan hadits-hadits {3}. Juga tidak mungkin perbuatan Rasulullah  dibid’ahkan oleh shahabat.

Dalam hadits {2} ini matannya tidak menyebutkan “setiap hari” tetapi “selalu”. Pemaknaan kata selalu ini dikarenakan pengulangan suatu amalan hingga meninggal dunia. Karena opsi qunut shubuhnya Imam Syafi'i sudah dipastikan tidak mungkin, maka yang dimaksud dalam hal ini adalah qunut shubuh yang selalu dilakukan tetapi berbatas waktu sebagaimana telah berlalu hadits-hadits shahih yang saya sampaikan di atas bahwa dilakukan 20 hari (lihat di: Musnad Ahmad 12.682), 30 hari (atau dengan redaksi sebulan) dan 40 hari, inilah yang selalu beliau lakukan hingga akhir hayatnya. Hal ini juga diperkuat dengan bacaan doa yang dipastikan hanya berlaku temporer sebagaimana diperkuat hadits [18].

Doa qunut witir yang hanya dilakukan selama 15 hari di akhir Ramadhan setiap tahunnya, shahabat hafal dan terhidang di hadapan kita, doa qunut nazilah yang berdurasi 20 s/d 40 hari dan terjeda hingga 5 tahun pun shahabat hafal juga tersaji di hadapan kita bahkan hanya dilakukan beberapa kali seumur hidup. Kalau kedua qunut ini masing-masing lebih dari satu doa yang tersampai kepada kita, lantas doa qunut yang dilakukan setiap hari pada shalat shubuh yang dibaca jahr dan di-amin-kan para shahabat yang lebih dekat dengan zaman kita malah tidak ada/sampai, logiskah? Begitu pun dengan hadits {3}, tidak semua qunut shubuh yang dibid’ahkan tetapi hanya qunut shubuh yang bukan qunut nazilah. Dengan cara dikompromikan, maka kedua hadits ini tidak akan berbenturan. Dan saya pastikan bahwa ini pendapat yang paling rajih.

Lalu belakangan hari di beberapa belahan dunia termasuk di daerah saya, banyak dilakukan qunut dengan doa witir ditambah doa terhindar dari bala’ ketika shalat shubuh dan ketika pertengahan bulan Ramadhan di akhir witir membaca qunut witir ditambah doa terhindar dari bala’ dikarenakan adanya wabah covid-19, bagaimana hukumnya?

Ketika wabah tha’un berjangkit, tidak satu pun shahabat yang melakukannya. Yang diperintahkan hanya bahwa daerah yang terkena wabah tidak boleh keluar dan orang luar tidak boleh masuk ke daerah yang terjangkit wabah (lock down) dan amalan rukyah dengan doanya atau amalan-amalan doa yang diajarkan oleh Rasulullah . Dan tidak seorang shahabat yang mengabarkan kepada kita adanya perubahan tata cara shalat baik yang maktubah atau yang nafilah.

Begitu pun dengan qunut witir tidak seorang shahabat pun yang mengajarkan dan mengamalkan demikian, artinya ini juga termasuk ibadah kreatif.

KESIMPULAN

Dalam kesimpulan ini yang saya tekankan justru dari sisi ushul fiqhnya dari pada tema-nya. Karena pembahasan qunut hanya salah satu dari sekian banyaknya ikhtilaf yang perlu diluruskan.


1.   Ketika dihadapkan suatu hukum yang terjadi ikhtilaf, maka langkah awal yang harus dilakukan yaitu menghimpun sebanyak-banyaknya, jika mungkn semua hadits sharih tentang hukum yang dipermasalahkan hingga yang "dha’if" sekalipun karena sekecil apa pun informasi bisa jadi sangat bermanfaat dalam menentukan hukum, tetapi tidak dengan yang maudhu’/palsu. Jika ada, carilah juga hadits yang berkaitan dengan hukum yang dipermasalahkan sebagai penguat. Ciri dari hadits yang sharih yaitu matannya menyebutkan atau menggambarkan apa yang dihukumi, dalam kitab hadits bisa dicari di judul/indeks hadits. Semua hadits berpotensi untuk dijadikan hujjah, perbedaan tingkat shahihnya hadits hanya akan berlaku jika terjadi suatu perbandingan yang tidak mungkin dihindari dan usahakan lebih dahulu dikompromikan secara logis. Minimal hadits yang dihimpun sebanyak jumlah yang pro ditambah yang kontra. Keluarkan hadits yang tidak sharih dari daftar meskipun hadits itu shahih. Jika belum terselesaikan berarti ada hadits yang belum ditemukan, cari hingga ketemu. Kalau memang tidak ada berarti amalan itu tidak ada. Siapa pun yang menyatakan adanya suatu amalan, maka ia berkewajiban mengemukakan dalil. Dan dalil belum tentu hanya satu hadits tetapi bisa beberapa bahkan banyak. Sekurang-kurangnya dalil adalah atsar, karena yang paling tahu amalan Rasulullah  وسلم adalah mereka para shahabat dan dipastikan tidak mungkin orang setelahnya. 

Ketika terjadi mudzakarah tentang khilafiah ada saudara kita yang mengatakan: ”Mana haditsnya, shahih apa ndak haditsnya?”, maka yang saya ajukan lebih ekstrem dari mereka yaitu: “Sudah berapa banyakkah hadits sharih yang antum himpun untuk berhujjah?

2. Abaikan semua pernyataan, pendapat bahkan fatwa ulama salaf sekalipun baik dari pihak yang pro maupun yang kontra agar terjaga obyektifitas dalam berhukum. Ikhtilaf yang terjadi di antara ulama salaf mayoritas dikarenakan masing-masing hanya menerima satu atau sebagian dari keseluruhan hadits sehingganya fatwa yg pro maupun yang kontra hanya bernilai kebetulan benar tetapi bisa jadi menyimpang bahkan bertentangan dengan yang dimaksud. Ini realita yang tidak bisa dipungkiri bahwa sulitnya ulama salaf mujtahid menemukan hadits karena kondisi saat itu. Seberapa pun hadits yang didapati itulah yang menjadi rujukan hukum. Hal ini sebagaimana yang saya qiyaskan dalam cerita di atas. Mendasari masalah inilah maka perlu saya luruskan tentang qaidah ushul yang telah dijadikan pedoman ulama pendahulu bahwa: “Ijma’ jumhur ulama adalah hujjah”, maka ini sebagai bantahannya yaitu: “Sealim apa pun ulamanya dan seberapa pun banyak mereka bersekutu dalam berpendapat jika menyelisihi hadits, wajib gugur

Jadi apakah ulama salaf dan setelahnya yang ternyata fatwa dan amalannya menyelisihi bahkan bertentangan dengan hadits di kemudian hari adalah pelaku bid’ah?

Saya pastikan tidak!!! Karena hukum berlaku ke depan bukan berlaku surut. Dan hukum hanya berlaku jika tersampai kepadanya.

3. Susun dan kelompokkan hadits berdasarkan kriteria yang akan diistimbathkan. Jika ditemukan hadits yang semakna, maka pilihlah yang paling banyak informasinya agar tidak terlalu banyak hadits yang ditampilkan (cukup cantumkan kitab dan nomornya) hingga lebih terarah dalam beristibath. Jika semua perlu diambil informasinya seutamanya ditampilkan. Tandai kata atau rangkaian kata yang akan dijadikan pedoman agar lebih mudah dalam beristimbath. Nomori urutan hadits agar dalam penyajian berikutnya cukup mencantumkan nomornya.

4.  Tandai kata atau rangkaian kata dan tidak boleh keluar dari kriteria hadits-hadits yang ada apalagi bertolak belakang. Jangan sedikit pun akalmu mencemari hadits tetapi wajib akalmu tunduk dan patuh serta dikuasai hadits. Utamakan mempedomani hadits yang paling banyak informasinya dahulu agar lebih memperjelas yang dimaksud dan atau alur peristiwanyaHal ini sebagai penekanan kepastian salah satu dari ikhtilaf hukum.
5. Baca kembali kalau perlu berulang-ulang setiap kata pada matan hadits agar lebih paham dan menghindari kesalahan dalam beristimbath.

6. Dilarang/haram ber-qiyas dalam hukum tetapi meng-qiyaskan (menganalogikan) hukum dengan hukum lain yang sudah ma’ruf atau yang sepadan atau kejadian sehari-hari di sekitar kita, agar hukum dapat dipahami oleh orang yang paling awam sekalipun, apalagi ulama, but not for jahilliyahman and majnunman (tetapi tidak dengan orang bodoh dan orang gila)

7. Ihtisarkan atau simpulkan hal-hal yang penting untuk dijadikan rujukan hukum

8.  Tetapkan hukum berdasarkan hal-hal yang telah disimpulkan.

9. Metode ini juga bisa untuk mengoreksi hukum-hukum yang belum sempurna dikarenakan belum terhimpunnya semua hadits ketika hukum difatwakan oleh ulama-ulama terdahulu.

Saya tidak membuat mazhab baru dan saya tetap memegang teguh ahli sunnah. Saya pastikan bahwa ini yang paling mendekati sunnah dan cara paling mudah dalam memurnikan ajaran Rasulullah , insya Allah.

Mohon mudzakarah dengan sopan dan ma’ruf, karena saya hanya menyampaikan apa yang saya ketahui dan sama sekali tidak bermaksud menggurui apalagi tendensius hal yang tidak semestinya. Sekiranya apa yang saya sampaikan adalah suatu kebenaran tentu itu semata dari Allah سبحانه وتعال dan merupakan bentuk kasih sayang sesama umat nabi Muhammad  (semoga Allah meridhai), jika ada yang salah sudah pasti adalah kejahilan saya dan sangat berharap ampunan-Nya. Hanya menerima koreksi bersolusi agar diharap kesempurnaan hukum Islam ke depan.


Salam sayur lodeh dan salam sayur asem, karena keduanya kesukaan saya dan telah saya tanya ke istri ternyata keduanya berbumbu daun salam.

Alhamdulillah telah terselesaikan artikel kelanjutan bahasan ini, klik berikut 👉 QUNUT

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”

تَرَكْتُكُمْ عَلَى البَيْضَاءِ، لَيْلُهَا كَنَهَارِ هَا .......

“Saya tinggalkan kalian dalam keadaan terang benderang, malamnya bagaikan siangnya ........”

 

Wallahu a’lam bish shawwab

وَوَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَالرَّحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Muara Bulian (Jambi), 05 Syawwal 1442 H

اَبِى اَكْبَر الخَتَمِي

email 1: agung_swasana@outlook.co.id.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar