30 Juli 2022

 KALENDER SYAMSIYAH DAN KALENDER QAMARIYAH

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ‏لَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ‏
 

Puja dan puji kepada Maha Agung pemilik semesta alam, yang menggenggam hidup semua makhluk di tangan-Nya, tiada tuhan patut disembah kecuali Allah سبحانه وتعال. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada suri teladan kita, manusia pilihan Allah سبحانه وتعالتعال, imam kita, Nabi Muhammad  beserta keluarga, shahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Prolog

Entah sudah berapa lamakah kita termanjakan dengan penetapan awal bulan Qamariyah yang didominasi oleh sistem hisab? Hampir bisa dipastikan hanya 3 dari 12 bulan yaitu Ramadhan, Syawwal dan Dzulhijjah yang diru’yah dan ini pun pasti tidak dengan standar sunnah. Sengaja saya munculkan istilah “RU'YAH SUNNAH” hanya untuk mengkhususkan ru’yah dengan mata tanpa alat bantu (teleskop) sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah  dan para shahabat. Selain untuk mengembalikan hukum pada asalnya juga untuk menggesahkan kembali sunnah secara istiqamah dan pastinya tanpa biaya.

Hal-hal yang melatari lebih memilih sistem ru’yah sunnah  yaitu:

1.  Alasan syar’iyah 

a.  Berdasarkan QS. Al Maa’idah [5]: 3 bahwa agama Islam itu sudah sempurna termasuk ibadah dan dipastikan tidak ada yang lebih sempurna dari itu

b.  Berdasarkan QS. al Baqarah [2]: 189, al An'am [6]: 96, Yunus [10]: 5, ar Ra'd [12]: 2, Ibrahim [14]: 33, an Nahl [16]: 12, al Anbiya [21]: 33, Luqman [31]: 29, Fatir [35]: 13, Yaa Siin [36]: 39 dan 40, az Zumar [39]: 5, ar Rahman [55]: 5, al Ma'arij [70]: 40 menjelaskan bahwa peredaran matahari, bumi dan bulan sebagai perhitungan waktu dan pedoman waktu ibadah. Maka dalam mengamalkan al Qur'an wajib merujuk ke hadits karena keduanya dipastikan tidak mungkin bertentangan bahkan sebagai penjabarnya. Jika tidak, maka akan menyelisihi bahkan bertentangan maknanya sebagaimana point (e) di bawah.

c.  Mengamalkan ibadah dengan cara Rasulullah  dan para shahabat dijamin pasti benar.

d.  Pasti adanya perbedaan hari awal bulan sebagaimana hadits [12 dan 14], penjelasan di bawah 

e.  Karena tidak dikompromikan dengan hadits-hadits lain, yang berakhibat salah dalam beristidlal sehingga maknanya justru bertentangan dengan yang dimaksud dalam hadits [9] dan syarahnya klik 👉 di sini


2.  Alasan saint dan teknologi

a. Sistem hisab pasti tidak bisa menentukankan di mana lokasi awal bulan Qamariyah sebagai mathla' 1 apalagi mathla' 2, penjelasan di bawah.

b.  Penetapan waktu ibadah dari zaman Rasulullah  sudah dengan ilmu falaq atau astronomi yaitu berdasarkan waktu edar matahari dan waktu edar bulan.


Penjelasan

Disebut kalender Qamariyah (Lunar Calender) karena penanggalan ini berdasarkan waktu edar bulan untuk menentukan tanggal, bulan dan tahun.
Sedangkan kalender Syamsiyah (Solar Calender) berdasarkan waktu edar matahari untuk menentukan tanggal, bulan dan tahun.
Satuan waktu edar matahari kedua almanak ini sama yaitu rentang waktu selama satu putaran/rotasi bumi yang disebut 1 (satu) hari yaitu 24 jam. Jika awal hari bulan Syamsiyah pada pukul 00.00 sedangkan awal hari bulan Qamariyah pada waktu Maghrib.
Karena kita berada.  di bumi yang berputar, maka seolah matahari yang bergerak mengelilingi bumi (gerakan semu).

KALENDER SYAMSIYAH 

Penentuan umur bulan Syamsiyah yaitu 28, 29, 30 dan 31 hari dengan nama bulan Januari hingga Desember. Penentuan umur tahun Syamsiyah sebanyak 365¼ hari yaitu 1 periode revolusi bumi mengelilingi matahari yang juga disebut 1 tahun Masehi. Karena hari tidak mungkin pecahan, maka 3 tahun berturut-turut berumur 365 hari dan tahun ke 4 sebanyak 366 hari yang disebut tahun Kabisat. Tahun Kabisat ini ditentukan bilangannya yang habis dibagi 4 seperti tahun 44, 308, 2.804 dan lainnya dengan umur bulan Februari 29 hari. Sehingga hitungannya pasti setiap 4 tahun adalah 3 X 365 + 1 X 366 = 1.461 hari.
Pada penanggalan Syamsiyah, 1 hari dibagi menjadi 24 jam, hingganya bumi dibagi menjadi 24 zona waktu yang setiap 360ᴼ : 24 = 15ᴼ untuk setiap jamnya yang titik 0 (nol)  dari Greenwich Mean Time (GMT). Urutannya yaitu ... -7, -6, -5, -4, -3, -2, -1, 0, +1, +2, +3, +4, +5, +6, +7, ... dengan Indonesia pada 3 zona waktu yang defaultnya (+7) yaitu Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) karena ibu kota negara berada di zona ini.

Penentuanan waktu ibadah shalat bukan berdasarkan jam, menit dan detik tetapi murni berdasarkan waktu edar matahari yaitu posisi bumi terhadap matahari sebagaimana hadits berikut:

صحيح مسلم ٩٦٦: و حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ
Shahih Muslim 966: Telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Ibrahim Ad Duraqi telah menceritakan kepada kami Abdushshamad telah menceritakan kepada kami Hammam telah menceritakan kepada kami Qatadah dari Abu Ayyub dari Abdullah bin 'Amru
bahwa Rasulullah سبحانه وتعال bersabda: "Waktu shalat Zhuhur adalah jika matahari telah condong dan bayangan sesorang seperti panjangnya selama belum tiba waktu shalat Ashar, dan waktu shalat Ashar selama matahari belum menguning, dan waktu shalat Maghrib selama mega merah (syafaq) belum menghilang, dan waktu shalat Isya' hingga tengah malam, dan waktu shalat Shubuh semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit, jika matahari terbit, maka janganlah melaksanakan shalat, sebab ia terbit di antara dua tanduk setan." (juga diriwatkan dalam Musnad Ahmad 6.674 dan 6.780).
Diriwayatkan juga dengan matan lain dalam Sunan Abu Daud 332; Sunan Tirmidzi 138; Musnad Ahmad 2.920, 3.151, 10.819 dan Sunan Nasa'i 498.
Juga dalam matan lain pada Sunan Nasa'i 1.500; Musnad Ahmad 14.263.

Karena bumi berputar oleng seperti gasing yang akan berhenti dengan kemiringan hingga 23½ᴼ. Hal ini berakibat matahari tenggelam tidak selalu jam 18.00 tetapi selalu berubah secara periodik bertambah atau berkurang. Hal ini telah dicanangkan dalam hadits di atas dan terbukti setelah ditemukan teknologi. Ini bukti bahwa bukan teknologi yang menentukan waktu shalat tetapi teknologi yang diprogram agar sesuai dengan hadits. Begitu juga dengan waktu-waktu shalat maktubah yang lain. Dengan kecanggihan teknologi hisab, maka waktu shalat bisa ditentukan dengan tepat sebagaimana jam jadwal waktu shalat atau aplikasi jadwal waktu shalat di smartphone dan sejenis gadget lainnya.
Alasan mengapa ru’yah maupun hisab bisa dipakai sebagai penentu waktu shalat, silahkan merujuk 👉 di sini.

KALENDER QAMARIYAH 

Penetapan umur bulan Qamariyah berdasarkan waktu edar bulan yaitu 1 bulan itu diukur 1 revolusi bulan mengelilingi bumi yaitu 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik. Karena newmoon adalah awal bulan di mana terjadinya sesaat setelah konjungsi. Hai ini mengakibatkan awal bulan bisa di pagi, siang, sore, sepertiga malam pertama, kedua atau ketiga dan bisa terjadi di belahan bumi mana pun ketika konjungsi.
Hilal persis seperti bulan sabit setelah gerhana bulan total, hanya saja setelahnya tenggelam di bawah ufuq.  Hilal bahkan bisa tidak terpantau seperti di kawasan yang tidak berpenghuni seperti di pulau kecil, di laut, di kutub Utara atau kutub Selatan.
Penetapan tanggal Qamariyah dimulai maghrib yaitu sesaat setelah piringan atas matahari di bawah horizon (ufuq). Sedangkan newmoon telah terjadi meski hanya seper-sekian detik setelah konjungsi baik di atas maupun di bawah horizon, artinya newmoon bisa terjadi sebelum atau sesudah maghrib.
Dalam hisab astronomi ketika umur newmoon lebih dari 12 jam hingga pukul 00.00, maka itulah awal bulan baru yang berarti umur bulan berjalan 29 hari, jika kurang dari 12 jam maka awal bulan barunya besok yang berarti umur bulan berjalan 30 hari. Karena hal inilah juga adanya tahun Kabisat yaitu penambahan 1 hari sebagai pembulatan setiap 30 tahun.

Metode penetapan awal bulan Qamariyah ada 2 yaitu ru’yah dan hisab, sedang hisab yang populer ada 2 yakni Wujudul Hilal (WH) dan Imkanur Ru’yah (IR). Ketika hisab ditentukan untuk melandasi hukum syari’ah, maka kriteria mengadopsi ru’yah yaitu sudah masuk maghrib (matahari di bawah ufuq) dan hilal di atas ufuq.

WH dari awal hingga sekarang menetapkan bahwa seberapa pun umur hilal asal di atas ufuq sekecil apa pun sudutnya sudah dihitung sebagai awal bulan. Sedangkan IR karena kriterianya berupa variabel, yang awalnya menetapkan minimal 2;3 yang belakangan diperbaharui menjadi 3;6,4 yaitu minimal 3 di atas ufuq dengan sudut elongasi minimal 6,4 dan tidak menjamin di kemudian hari tidak berubah. Pembaharuan ini dipastikan hasilnya lebih mendekati sunnah ru’yah bil 'ain juga berdasarkan penelitian agar lebih realistis, hanya saja beresiko makin memperlebar perbedaan dengan WH.

Kita simulasikan!!!

Ketika ijtimak terjadi saat maghrib yang artinya hilal masih di bawah ufuq yang berarti belum masuk awal bulan. Ketika pertama kali hilal berada di atas ufuq berarti ada jeda waktu selama perjalanan hilal dari piringan bawah hingga di atas ufuq.
Karena merujuk pada hadits, akhir fase bulan mati pada tanggal 29 bulan berjalan. Maka penetapan awal bulan adalah dengan terlihatnya hilal setelah fase bulan mati. Inilah perbedaannya dengan newmoon hisab astronomi.

Kita uraikan hisab WH:

Pada umumnya bahwa manusia banyak yang tinggal di daerah katulistiwa termasuk Indonesia. Bisa dikatakan mayoritas daratan di katulistiwa dihuni oleh manusia. Hanya beberapa negara yang berada di Selatan katulistiwa dengan durasi puasa lebih cepat dan sebelah Utara dengan durasinya lebih lama. Hal ini hanya untuk menekankan bahwa di katulistiwa durasi puasa sekitar 13 jam dan tidak lebih dari 14 jam. 
Dalam lingkar katulistiwa bumi dibagi menjadi 24 zona waktu yang setiap zonanya misal diwakili 24 huruf dari A hingga X. Awal bulan bisa terjadi di mana pun dari A hingga X, Ketika pertama hilal di atas ufuq dan matahari di bawah ufuq, maka hilal dinyatakan wujud, inilah awal bulan kriteria WH.
Misal setelah dihisab, di kawasan A dinyatakan awal bulan, maka 1 jam kemudian hilal dinyatakan wujud di kawasan B dan terakhir di kawasan X dengan umur hilal 1/24, 2/24 hingga 24/24 (1 hari). Ketika di kawasan A memastikan esok puasa, maka di kawasan B secara hisab haram menetapkan esok puasa hingga 1 jam kemudian ketika hilal dinyatakan wujud, apalagi di kawasan setelahnya (Barat) hingga kawasan X. Tetapi penetapan kawasan B berlaku untuk kawasan B dan A, seterusnya kawasan C untuk C, B dan A terakhir kawasan X untuk X s/d A sebagaimana hadits [8] berikut klik 👉 di sini.
Jika Maghrib jam 18.00 setempat, maka beberapa saat kemudian ketika pukul 24.00 (GMT) akan terjadi pergantian hari. Hal ini menjadikan di kawasan A hingga pukul 24.00 GMT berpuasa esok hari sedang wilayah setelahnya hingga kawasan X berpuasa esok lusa. Agar lebih jelas lihat simulasi jadwal awal bulan Qamariyah 👉 di sini.
Inilah penyebab terjadinya 2 mathla’ apa pun sistemnya, sebagaimana hadits [12 dan 14] klik 👉 di sini.
Jadi yang berpaham dunia 1 mathla' dipastikan kawasan mathla' 2 mengawali puasa Ramadhan di akhir bulan Sya'ban, juga berlebaran di akhir bulan Ramadhan
Kesalahah fatal semua ahli astromi muslim di dunia apalagi yang kafir bahwa umur hilal 1 hari (24 jam) dalam kalender Qamaryah itu dihisab dari maghrib hari ini sampai maghrib esok hari yang realitanya dalam kalender Syamsiyah dihitung 2 hari.
Karena terkecoh hanya berpedoman tinggi hilal di atas ufuq, maka di sinilah muncul kerancuan. Padahal yang wajib dipedomani adalah umur hilal, meski tinggi hilal hingga 14,9...9 dan berbeda hari kalau umur hilal belum 1 hari (24 jam), maka ini masih hari pertama awal bulan Qamariyah
Sayangnya WH ini tidak bisa memastikan lokasi mana yang pertama kali ditentukan sebagai awal bulan di permukaan bumi ini dan hanya bisa menentukan posisi hilalnya saja.

Hisab IR:

Sebagaimana WH karena metodenya juga hisab, maka IR juga tidak bisa memastikan di mana pertama kali lokasi awal bulan.
Karena mematok wilayah sebagai satu mathla' di bawah MABIMS (Menteri Agama: Brunai, Indonesia, Malaysia dan Singapura), maka awal bulan ditetapkan sebagaimana kriterianya dan sebagai lokasi acuannya Provinsi Aceh (WIB). Maka wajar saja jika kawasan sebelah Timur provinsi Aceh ditolak kesaksian melihat hilal jika di daerah acuan belum terlihat hilal. Apakah penentuan mathla’ ini benar secara hisab? Jika suatu ketika awal bulannya di kawasan WITA atau WIB atau berikutnya bagaimana? 

Dan mengapa juga semua hadits tentang penetapan awal bulan hanya berkutat tentang bulan Ramadhan? Karena penentuan waktu puasa pasti bisa diterapkan di bulan selainnya yang tidak ada pembatasan tetapi pasti tidak berlaku sebaliknya. Juga berlaku di bulan lain ketika dilakukan puasa Senin-Kamis, ayyamul bidh dan lain-lain.

Dalam sistem hisab ada beberapa hal yang diabaikan:

1.   Bumi selain berkontur dengan ada gunung dan lembah, ada pulau besar dan kecil, ada daratan dan lautan dan dipastikan tidak bulat seperti bola

2.  Cuaca mendung, berkabut atau adanya debu, asap dan sejenis
3.   Tidak semua permukaan bumi berpenghuni
4.  Tidak terlihatnya hilal dengan teleskop apalagi mata telanjang

Maka setiap tanggal 29 bulan Qamariyah diasumsikan:
1.  Bumi seperti bola yang semua adalah daratan hingga di mana pun bisa untuk meru’yah hilal
2.  Setiap awal bulan, cuaca pasti cerah dengan kondisi langit lebih bening dari kaca
3. Semua permukaan bumi hanya berisi manusia yang sedang melihat ke ufuq
4.  Mata manusianya setara dengan super teleskop sebab kalau bumi isinya teleskop semua, lalu siapa yang mengoperasionalkannya.

Dengan simulasi di atas, dipastikan bahwa penentu awal bulan tetap wajib dengan ru’yah bil fi'li dan wajib dilakukan, sedang hisab hanya sebagai pokok penunjang?
Sistem hisab dipastikan tidak bisa menentukan lokasi di mana pertama kali hilal terlihat sehingga dipastikan juga tidak bisa menentukan mathla' 2. Bisa jadi kawasan yang ditentukan tidak berpenduduk, tempat yang memang tidak bisa untuk meru’yah dan bisa jadi karena cuaca.
Maka cara satu-satunya yang pasti bisa menentukan awal bulan hanya ru’yah dan ini pun dipastikan tidak bisa menjadikan satu dunia satu mathla’.

Kesimpulan:

Awal bulan Qamariyah pasti terjadi 2 mathla' yaitu mathla' 1 dan hari berikutnya mathla' 2.
Jika dalam satu mathla' berbeda haripasti yang salah sistem hisab karena pasti mendahului dan yang benar pasti sistem ru'yah baik di mathla' 1 atau 2.
Siapa pun yang memaksakan kehendak bahwa satu dunia satu mathla', berarti telah memperkosa hukum Allah yang merupakan kejahatan syar'iyah serius.

Demikianlah pemaparan saya semoga bermanfaat untuk diri dan semua kaum muslimin. Amin.
تَرَكْتُكُمْ عَلَى البَيْضَاءِ، لَيْلُهَا كَنَهَارِ هَا .......
“Saya tinggalkan kalian dalam keadaan terang benderang, malamnya bagaikan siangnya ........”

Wallahu a’lam bish shawwab
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَالرَّحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Muara Bulian (Jambi), 28 Dzulhijjah 1443 H
اَبِى اَكْبَر الخَتَمِي 

Catatan: Telah disunting judul dan isi