Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Salamah Al Muradi telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahb dari Yahya bin Abdullah bin Salim dari Musa bin 'Uqbah, bahwa Abu Az Zubair Al Makki menceritakan bahwa ia mendengar Abdulah bin Zubair mengatakan: "Yaitu seusai shalat setelah mengucapkan salam, seperti hadist keduanya. Dan ia katakan di akhir haditsnya: "Abu Zubair selalu membaca bacaan ini dari Rasulullah" ... [3] ... [1, 2, 3] 👉 ... {1}
Juga dalam Sunan Nasa'i 1.323; Musnad Ahmad 15.523, 15.538; Shahih Ibnu Khuzaimah 739; Shahih Ibnu Hibban 2.008, 2.009, 2.010
Sebelum membahas inti masalahnya, mari cermati kejadian sehari-hari sekitar kita untuk diambil ibrah dalam mendasari hukum hal ini. Mayoritas orang pernah mendengar suara petir, petasan/ mercon; ban sepeda, motor atau mobil yang pecah bahkan ada beberapa yang mendengar letupan senjata api hingga ledakan bom. Apa reaksinya? Juga ketika kita berbicara dengan orang, ada dengan nada dan intonasinya sangat keras, keras, sedang, pelan, sangat pelan bahkan nyaris tak terdengar. Dan ada orang yang terbuai dengan alunan musik, tetapi jika sedang sakit gigi bagaimana? Lalu bisakah kita mendengar suara orang berbisik dari kejauhan atau mendengar suara televisi yang di-mute atau volumenya dinolkan?
Dalam hal ini kita ambil kesimpulan bahwa sesuatu yang didengar pasti adanya sesuatu yang bersuara/ berbunyi. Hal ini pasti tidak akan disangkal bahkan oleh orang yang jahil sekali pun dan ini berlaku untuk umum juga untuk orang kafir. Jangankan orang kafir bahkan binatang peliharaan akan merespon ketika kita panggil.
Na’am ..... antum benar sekali!!!
Inilah kaidah yang mendasari bahwa niat, dzikir, doa, bacaan shalat atau amalan yang berupa bacaan, jika diriwayatkan dengan sifat mendengar pasti dibaca jahr (bersuara). Berbeda ketika kita melihat orang berbisik dari kejauhan atau melihat berita di televisi yang di-mute atau volume dinolkan, maka kita hanya akan tahu maksudnya ketika ada yang memberitahukan baik orang lain atau yang bersangkutan. Begitu pun ketika kita berhadapan dengan orang yang diam saja atau mulutnya tidak bergerak dan tidak mengeluarkan suara sama sekali. Apakah kita bisa menebak apa yang dikatakan, dibaca atau diniatkan orang tersebut? Apalagi kalau orang itu membelakangi kita!!!
Hal ini untuk mendasari kaidah bahwa niat, dzikir, doa, bacaan shalat atau amalan yang berupa bacaan, jika diriwayatkan dengan sifat diajarkan, maka dibaca sirriy (tidak bersuara / hanya gerakan bibir). Pengecualian jika adanya penjelasan lain dari matan haditsnya atau dari hadits lain.
Karena hukum berlaku untuk semua mukalaf, maka suatu hal yang aneh bin ganjil alias nyleneh jika bacaan jahr diamalkan rutin berjamaah dan tidak seorang shahabat yang meriwayatkan dengan sifat mendengar apalagi dzikirnya berlainan dan banyak. Maka niat, dzikir, doa, bacaan shalat atau amalan yang berupa bacaan yang diamalkan secara sirriy atau dalam hati pasti hanya diketahui secara diajarkan, maknanya jika tidak ada yang mengajarkan berarti tidak ada bacaan yang diamalkan.
Musnad Ahmad 11.461: Telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq berkata: telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Isma'il bin Umayyah dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata:
Juga dalam Musnad Ahmad 18.249; Muwatha'
Malik 163; Shahih Ibnu Khuzaimah 1.160.
Dalam hadits tersebut dikatakan bahwa
Rasulullah ﷺ sedang beri'tikaf termasuk para shahabat yang sedang qiyamul lail
Ramadhan dengan shalat, qira’ah al Qur’an, dzikir, doa atau lainnya dengan bacaan jahr. Kalau
sesama shalat sunnah dilarang saling mengganggu juga bacaan al Qur’an, apalagi
shalat fardhu diganggu dengan shalat sunnah atau bacaan al Qur’an terlebih
diganggu selain keduanya.
Hadits-hadits ini shahih, artinya tidak
mungkin saling bertolak belakang dan tidak mungkin ditarjih. Yang
mungkin hanya di-nasakh atau di-mansukh karena diketahui mana
yang lebih dahulu turun. LOGIS pendapat ini.
Saya tidak sertakan hadits di bawah
dalam argumen opsi 1 karena peristiwa ini ketika safar dengan berkendara kuda
atau unta yang tidak ada keterkaitan dengan shalat.
Shahih Bukhari 2.770: Telah bercerita
kepada kami Muhammad bin Yusuf telah bercerita kepada kami Sufyan dari 'Ashim
dari Abu 'Utsman dari Abu Musa Al Asy'ariy رضي
الله عنه berkata:
Kami pernah bepergian bersama
Rasulullah ﷺ dan apabila menaiki bukit kami bertalbiyah dan bertakbir dengan
suara yang keras. Maka Nabi ﷺ bersabda: "Wahai sekalian manusia,
rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan
juga bukan Dzat yang jauh. Dia selalu bersama kalian dan Dia Maha Mendengar
lagi Maha Dekat. Maha suci nama-Nya dan Maha Tinggi kebesaran-Nya" ... [5]
Juga dalam Shahih Bukhari 3.883,
5.905, 6.120; Shahih Muslim 4.873; Musnad Ahmad 18.774, 18.940
Syarah two
Dari hadits ... [1, 2], apakah
dzikir keras hanya pada masa Rasulullah ﷺ atau terus berlanjut hingga akhir zaman? Opsi ke 2 ini menjadikan 2 opsi. Opsi 1 sebagaimana Syarah
one, sedang ke 2-nya diamalkan hingga akhir zaman, argumennya?
Ketika Ibnu 'Abbas رضي
الله عنهما masih kecil dan belum
mukalaf dan tidak shalat berjamaah di masjid dan berada di rumah pamannya,
ketika setiap kali hadits ... [1, 2] terjadi, maka beliau selalu mendengar dzikir
keras dimaksud. Ketika beliau shalat di masjid atau setelah beliau baligh,
apakah dzikir keras yang dimaksud tidak terdengar lagi? Saya
meyakini bahkan memastikan bahwa tidak hanya mendengar, justru beliau
sangat antusias mengamalkan dzikir keras tersebut bersama para shahabat
lain. Maka beliau meriwayatkan sebagaimana dalam hadits ... [1, 2]. Dan saya
lebih menguatkan opsi ke 2 ini dari pada opsi 1, hal ini diperkuat
hadits ... [3] yang menunjukkan bahwa amalan ini terus diamalkan sepeninggalan
Rasulullah ﷺ.
Syarah three
Karena lebih menekankan opsi ke 2,
maka seutamanya kita amalkan sunnah ini secara istiqamah.
Yup .... antum benar lagi!!!
Demi
menggapai pahala maksimal, maka kita lakukan setiap habis shalat fardhu!!!
E
... e ... mengko disik .... !!!
Dalam hal ini memang ada benarnya, tetapi
mayoritas justru tidak dilakukan. Lalu shalat fardhu yang mana dan apakah ada
shalat fardhu selain lima waktu dan Jum’at? Benar .... yaitu dikarenakan nadzar
yang pada umumnya manusia melakukan ini pada shalat tahajud untuk tujuan
tertentu. Tetapi apakah ini yang dimaksud? Dipastikan bukan, karena sama sekali
tidak ada tuntunan dari para shahabat apalagi Rasulullah ﷺ dan jika dilakukan pun, bukan hanya ahli bait
yang terganggu tetapi juga tetangga sekitar bahkan orang bisa saja mengatai majnun.
Jadi adakah pengkhususan shalat fardhu untuk mengamalkan dzikir keras? Berikut
penjelasannya.
Perhatikan hadits Bukhari 796 .. [1],
hadits ini ada mutaba’ah hadits ... [2] dan syahid hadits ... [3] yang
menunjukkan bahwa dzikir atau takbir selesai shalat yang dikumandangkan berjamaah
secara keras. Apakah dimaksudkan adalah takbir yang dibaca tiga puluh tiga kali
pada hadits ... [8]? Dipastikan bukan, karena dzikir ini diriwayatkan dengan sifat diajarkan dan yang meriwayatkan Abu Hurairah sedang takbir yang keras diriwayatkan Ibnu 'Abbas رضي الله عنهم juga matannya masih ada sambungan sebagai berikut
صحيح
مسلم ٩٣٩: حدثني عبد الحميد بن بيان الواسطي أخبرنا خالد بن عبد الله عن سهيل عن
أبي عبيد المذحجي قال مسلم أبو عبيد مولى سليمان بن عبد الملك عن عطاء بن يزيد
الليثي عن أبي هريرة
عن
رسول الله صلى الله عليه وسلم من سبح الله في دبر كل صلاة ثلاثا وثلاثين وحمد الله
ثلاثا وثلاثين وكبر الله ثلاثا وثلاثين فتلك تسعة وتسعون وقال تمام المائة لا
إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير غفرت
خطاياه وإن كانت مثل زبد البحر
و
حدثنا محمد بن الصباح حدثنا إسمعيل بن زكرياء عن سهيل عن أبي عبيد عن عطاء عن أبي
هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم بمثله
Shahih Muslim 939: Telah menceritakan
kepadaku Abdul Hamid bin Bayan Al Wasithi telah mengabarkan kepada kami Khalid
bin Abdullah dari Suhail dari Abu 'Ubaid Al Madzhiji. -Muslim menjelaskan bahwa
Abu Ubaid adalah mantan budak Sulaiman bin Abdul Malik- dari 'Atha` bin Yazid
Al Laitsi dari Abu Hurairah dari Rasulullah ﷺ beliau bersabda:
"Barangsiapa bertasbih kepada
Allah sehabis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali, dan bertahmid kepada Allah
tiga puluh tiga kali, dan bertakbir kepada Allah tiga puluh tiga kali, hingga
semuanya berjumlah sembilan puluh sembilan, -dan beliau menambahkan- dan
kesempurnaan seratus adalah membaca Laa ilaaha illallah wahdahu laa
syariika lahu, lahul mulku walahul walahul hamdu wahuwa 'alaa kulli syai'in
qadiir, maka kesalahan-kesalahannya akan diampuni walau sebanyak buih di
lautan."
Dan telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Shabh telah menceritakan kepada kami Ismail bin Zakariya dari
Suhail dari Abu 'Ubaid dari Atha` dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda
seperti hadits di atas ... [6]
Juga dalam Musnad Ahmad 8.478; Shahih
Ibnu Khuzaimah 749; Shahih Ibnu Hibban 2.016
Dzikir dan takbir yang dibaca
keras setelah shalat fardhu ini padahal sudah dilakukan secara rutin mayoritas
kaum muslim di seluruh dunia hingga sekarang, tetapi mengapa tidak
seorang ulama pun yang berpendapat dengan hal ini?
Jadi dzikir dan takbir dimaksud yaitu
pada momen Iedain dan hari tasyriq.
Yaitu diamalkan setelah shalat fardhu
Maghrib dan Isya’ sehari sebelum Iedul Fitri dan Subuhnya. Begitu pun pada
shalat fardhu dimulai Maghrib sehari sebelum Iedul Adha, hari Nahr dan 3 hari
tasyriq yang diakhiri setelah shalat Asar, maka disunnahkan berdzikir dengan
keras yaitu yang dalam kosa kata bahasa kita disebut “TAKBIR(AN)”
sebagaimana dalam Sunan Daruquthni 1.717. Bahkan Ibnu Umar رضي الله عنه juga melakukan pada hadits
di bawah
سنن
الدارقطني ١٧٠٠: حدثنا محمد بن القاسم بن زكريا , ثنا أبو كريب , ثنا حاتم بن
إسماعيل , عن ابن عجلان , عن نافع , عن ابن عمر , «أنه كان إذا غدا يوم الأضحى
ويوم الفطر يجهر بالتكبير حتى يأتي المصلى ثم يكبر حتى يأتي الإمام»
Sunan Daruquthni 1.700: Muhammad bin
Al Qasim bin Zakaria menceritakan kepada kami, Abu Kuraib menceritakan kepada
kami. Hatim bin Isma'il menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ajlan, dari Nafi'. Dari
Ibnu Umar,
"Bahwa jika berangkat pada hari
Idul Adha dan Idul Fitri dia mengeraskan takbir hingga datang ke mushalla.
Kemudian bertakbir hingga imam datang." ... [7]
Apakah takbir(an) ini dilakukan
setelah salam shalat fardhu?
Dalam beberapa hadits disebutkan bahwa setelah salam diam sejenak, membaca dzikir atau doa ini dan itu yang
menunjukkan bahwa hal ini adalah prioritas berdasarkan kondisional. Juga
menunjukkan bahwa dzikir setelah shalat
itu diamalkan secara sirriy dan munfarid (sendiri-sendiri). Jika secara jahr
pasti akan berjamaah dan susunannya pun pasti sama. Juga pasti ada shahabat yang hafal dan mustahil lalai meriwayatkan urutannya.
Karena setelah salam shalat fardhu
dimungkinkan adanya masbuk sehingga bukan hanya mengganggu bahkan berpotensi
membuyarkan shalat si masbuk ketika takbir(an). Dalam Syarah one, hadits
Ahmad 11.461 ... [4] ini sharihnya sebagai penyangkalan akan hal ini
bukan penyangkalan hadits ... {1}
Apakah setelah salam shalat fardhu
pada momen hadits ... {1} ini tetap disunnahkan berdzikir sebagaimana pada
shalat fardhu setiap harinya dan apakah dzikir ini dibaca jahr atau sirriy?
Karena tidak satu pun hadits yang
mengabarkan tentang adanya perubahan atau berita peniadaan dzikir setelah
shalat, begitu juga tidak adanya atsar tentang hal ini sehingga
dipastikan
dilakukan sebagaimana biasa. Setelah salam bisa langsung takbir(an) ketika
Iedul Adha atau hari tasyriqnya
pada hari Jum’at yang dilaksanakan shalat
Jum’at, karena setelah shalat Jum’at tidak ada dzikir kecuali shalat sunnah
ba’diyahnya (artikel: “
ADAKAH DZIKIR SETELAH SHALAT JUM’AT” klik
di sini). Pada shalat sunnah ba’diyah Jum'at, jika ada musafir diprioritaskan dan yang mukim boleh menyertainya jika tidak ada, maka dilakukan setelah takbir(an) bahkan di rumah itu lebih utama.
Dan apakah dzikir setelah shalat
fardhu ini dibaca jahr atau sirriy?
Selaras dengan penjabaran takbir(an),
maka juga dipastikan bahwa dzikir setelah shalat fardhu dibaca sirriy, karena
jika dibaca jahr, maka akan berjamaah sehingga mengganggu si masbuk, artinya
bertentangan juga dengan hadits ... [4]. Jika tidak ada masbuk apakah boleh
dibaca jahr? Seandainya tidak ada masbuk
bisa jadi ada musafir, jika tidak ada musafir apakah boleh dijahrkan?
Yang pasti bahwa dzikir keras telah
diajarkan pada waktu-waktu tertentu seperti telah dijelaskan di atas juga niat
dan talbiyah ketika berhaji, pujian kepada Allah ketika gerhana. Begitu juga
dengan doa yang dijahrkan telah diajarkan pada momen tertentu seperti dalam
shalat istisqa' (minta hujan), doa pada khutbah Jum’at dan Iedain, doa qunut
shubuh dan lainnya.
Secara kaidah ushul bahwa kalau
amalan yang bersifat khusus, tertentu atau insidentil saja diriwayatkan, maka mana
mungkin amalan yang sifatnya rutin tidak diriwayatkan (diajarkan) bahkan
atsar hanya sekedar untuk pengajaran pun tidak ada. Opo memper lan
tumon to mas brooo?
Untuk tidak banyak berpolemik yuk
kita sisir hadits-hadits amalan berupa bacaan setelah shalat.
Dalam Shahih Muslim 939 ... [6] di
atas menunjukkan bahwa dzikir tasbih,
tahmid, takbir hingga akhir hadits bersifat diajarkan pada hadits ... [8], juga karena tidak ada
yang meriwayatkan secara mendengar bahkan atsar pun tidak ada, juga diperkuat
dari perselisihan jumlah dzikirnya. Shahabat yang aghniya untuk mengetahui dzikir
ini bukan dari mendengar tetapi telah sampainya hadits ini pada
mereka atau durasi dzikirnya lebih lama darinya. Jika dzikrnya jahr,
maka akan ditegur Rasulullah
ﷺ atau shahabat yang fakir
langsung protes saat itu hingga tidak perlu mendatangi lagi Rasulullah ﷺ, ini ditegaskan dalam
hadits berikut
صحيح
مسلم ٩٣٦: حدثنا عاصم بن النضر التيمي حدثنا المعتمر حدثنا عبيد الله قال ح و
حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا ليث عن ابن عجلان كلاهما عن سمي عن أبي صالح عن أبي
هريرة وهذا حديث قتيبة
أن فقراء المهاجرين أتوا رسول الله صلى الله عليه
وسلم فقالوا ذهب أهل الدثور بالدرجات العلى والنعيم المقيم فقال وما ذاك قالوا
يصلون كما نصلي ويصومون كما نصوم ويتصدقون ولا نتصدق ويعتقون ولا نعتق فقال رسول
الله صلى الله عليه وسلم أفلا أعلمكم شيئا تدركون به من سبقكم وتسبقون به من بعدكم
ولا يكون أحد أفضل منكم إلا من صنع مثل ما صنعتم قالوا بلى يا رسول الله قال
تسبحون وتكبرون وتحمدون دبر كل صلاة ثلاثا وثلاثين مرة
قال
أبو صالح فرجع فقراء المهاجرين إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا سمع
إخواننا أهل الأموال بما فعلنا ففعلوا مثله فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ذلك
فضل الله يؤته من يشاء وزاد غير قتيبة في هذا الحديث عن الليث عن ابن عجلان قال
سمي فحدثت بعض أهلي هذا الحديث فقال وهمت إنما قال تسبح الله ثلاثا وثلاثين وتحمد
الله ثلاثا وثلاثين وتكبر الله ثلاثا وثلاثين فرجعت إلى أبي صالح فقلت له ذلك فأخذ
بيدي فقال الله أكبر وسبحان الله والحمد لله الله أكبر وسبحان الله والحمد لله حتى
تبلغ من جميعهن ثلاثة وثلاثين قال ابن عجلان فحدثت بهذا الحديث رجاء بن حيوة
فحدثني بمثله عن أبي صالح عن أبي هريرة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم و حدثني
أمية بن بسطام العيشي حدثنا يزيد بن زريع حدثنا روح عن سهيل عن أبيه عن أبي هريرة
عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنهم قالوا يا رسول الله ذهب أهل الدثور بالدرجات
العلى والنعيم المقيم بمثل حديث قتيبة عن الليث إلا أنه أدرج في حديث أبي هريرة
قول أبي صالح ثم رجع فقراء المهاجرين إلى آخر الحديث وزاد في الحديث يقول سهيل
إحدى عشرة إحدى عشرة فجميع ذلك كله ثلاثة وثلاثون
Shahih
Muslim 936: Telah menceritakan kepada kami Ashim bin Nadhr At Tamimi telah
menceritakan kepada kami Al Mu'tamir telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah
dia berkata: (Dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada kami
Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Laits dari Ibn 'Ajlan,
keduanya dari Sumay dari Ibnu Shalih dari Abu Hurairah -dan ini adalah hadits
Qutaibah-
Bahwa
orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah ﷺ sambil berkata:
"Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan
kenikmatan yang abadi." Rasulullah ﷺ bertanya: "Maksud kalian?"
Mereka menjawab: "Orang-orang kaya shalat sebagaimana kami shalat, dan
mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka bersedekah dan kami
tidak bisa melakukannya, mereka bisa membebaskan tawanan dan kami tidak bisa
melakukannya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Maukah aku ajarkan kepada
kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului
kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah
kalian, dan tak seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti
yang kalian lakukan?" Mereka menjawab: "Baiklah wahai
Rasulullah?" Beliau bersabda: "Kalian bertasbih, bertakbir, dan
bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali." Abu shalih
berkata: "Tidak lama kemudian para fuqara' Muhajirin kembali ke
Rasulullah ﷺ dan berkata: "Ternyata teman-teman kami yang banyak harta
telah mendengar yang kami kerjakan, lalu mereka mengerjakan seperti itu!"
Rasulullah ﷺ bersabda: "Itu adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada
siapa saja yang dikehendaki-Nya!"
Dan
selain Qutaibah menambahkan dalam hadits ini dari Al Laits dari Ibn 'Ajlan.
Sumay mengatakan: "Lalu aku ceritakan hadits ini kepada beberapa
keluargaku, maka keluargaku berkata: "Engkau salah, yang benar beliau
bersabda: "Engkau bertasbih kepada Allah sebanyak tiga puluh tiga kali,
bertahmid kepada Allah sebanyak tiga puluh tiga kali, bertakbir kepada Allah
sebanyak tiga puluh tiga kali." Aku lalu kembali menemui Abu Shalih dan
aku katakan kepadanya, Abu Shalih menarik tanganku dan berkata: "Allahu
akbar, subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu akbar, subhanallah,
Alhamdulillah, hingga semuanya berjumlah tiga puluh tiga." Kata Ibn
'Ajlan: "Lalu kuceritakan hadits ini kepada Raja' bin Haiwah, ia menceritakan
kepadaku hadits seperti di atas dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari
Rasulullah ﷺ Dan telah menceritakan kepadaku Umayyah bin Bustham Al 'Aisyi,
telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai' telah menceritakan kepada kami
Rauh dari Suhail dari Ayahnya dari Abu Hurairah dari Rasulullah ﷺ, bahwa para shahabat
berkata: "Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong derajat
tinggi dan kenikmatan yang tiada habis…" seperti hadits Qutaibah dari Al
Laits, hanya ia memudrajkan ucapan Abu Shalih dalam hadits Abu
Hurairah. "Kemudian orang faqir Muhajirin kembali, hingga akhir
hadits." Dalam hadits itu ia tambahkan, Suhail mengatakan: "Sebelas
sebelas, hingga semuanya berjumlah tiga puluh tiga." ... [8]
Juga
dalam Shahih Muslim 938; Sunan Tirmidzi 375, 3.334; Sunan Nasa'i 1.332; Sunan
Ibnu Majah 917; Musnad Ahmad 26.243; Shahih Ibnu Khuzaimah 747; Shahih Ibnu
Hibban 2.019
Dari
matannya kita ketahui bahwa hadits ... [8] ini lebih dahulu turun dari pada
hadits ... [6], sehingga diketahui jumlah dzikirnya seratus yaitu masing-masing
tiga puluh tiga kali ditambah Laa ilaaha ..... bukan masing-masing
sebelas kali dan ini juga menunjukkan urutannya. Dzikir ini boleh masing-masing
dua puluh lima (Sunan Tirmidzi 3.335; Sunan Nasa'i 1.333, 1.334; Musnad Ahmad 20.617, 20.672; Sunan Darimi 1.320) atau masing-masing sepuluh (Shahih Bukhari
5.854l Sunan Tirmidzi 3.332; Sunan Abu Daud 4.404; Sunan Nasa'i 1.331; Sunan Ibnu
Majah 916; Musnad Ahmad 6.210, 6.616).
صحيح
البخاري ٧٩٩: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ
عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ وَرَّادٍ كَاتِبِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ
قَالَ أَمْلَى عَلَيَّ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ فِي كِتَابٍ إِلَى مُعَاوِيَةَ
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا
مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
وَقَالَ
شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ بِهَذَا وَعَنْ الْحَكَمِ عَنْ
الْقَاسِمِ بْنِ مُخَيْمِرَةَ عَنْ وَرَّادٍ بِهَذَا وَقَالَ الْحَسَنُ الْجَدُّ
غِنًى
Shahih Bukhari 799: Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf berkata: telah menceritakan kepada
kami Sufyan dari 'Abdul Malik bin 'Umair dari Warrad penulisnya Al Mughirah bin
Syu'bah, berkata: Al Mughirah bin Syu'bah meminta aku untuk menulis (hadits)
untuk dikirim kepada Mu'awiyyah
bahwa Nabi ﷺ berdo'a setiap selesai dari shalat fardlu: LAA ILAAHA
ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIIKA LAHU, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA 'ALAA
KULLI SYAI'IN QADIIR. ALLAHUMMA LAA MAANI'A LIMA A'THAITA WA LAA MU'THIYA LIMA
MANA'TA WA LAA YANFA'U DZAL JADDI MINKAL JADDU (Tidak ada tuhan yang berhak
disembah selain Allah, yang Tunggal dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya
segala kerajaan, dan milik-Nya segala pujian. Dan Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menahan dari apa yang Engkau berikan
dan tidak ada yang dapat memberi dari apa yang Engkau tahan. Dan tidak
bermanfaat kekayaan orang yang kaya di hadapan-Mu sedikitpun)."
Syu'bah berkata dari 'Abdul Malik bin
'Umair dengan lafadh seperti ini. Dan dari Al Hakam dari Al Qasim bin
Mukhaimirah dari Warrad dengan seperti ini juga. Al Hasan berkata: "Al
Jaddu artinya adalah kekayaan." ... [9]
Juga dalam Shahih Bukhari 5.855, 6.748; Sunan
Darimi 1.315; Shahih Ibnu Khuzaimah 741; Shahih Ibnu Hibban 2.005
Hadits ini pun tidak luput bahwa
diriwayatkan secara diajarkan sebagaimana dalam bentuk surat untuk dikirim ke
Mu’awiyah رضي الله عنه.
Sekiranya dzikir ini dibaca jahr tentunya Mu’awiyah رضي
الله عنه telah hafal ketika beliau sering berjamaah
dengan Rasulullah ﷺ. Ini juga menunjukkan urutan dzikir.
سنن
الترمذي ٣٣٩٦: حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ
مَعْبَدٍ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو الرَّقِّيُّ عَنْ زَيْدِ بْنِ
أَبِي أُنَيْسَةَ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْمٍ
عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
مَنْ
قَالَ فِي دُبُرِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَهُوَ ثَانٍ
رِجْلَيْهِ قَبْلَ أَنْ يَتَكَلَّمَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ عَشْرَ مَرَّاتٍ كُتِبَتْ لَهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ وَمُحِيَتْ
عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ وَرُفِعَ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ وَكَانَ يَوْمَهُ ذَلِكَ
كُلَّهُ فِي حِرْزٍ مِنْ كُلِّ مَكْرُوهٍ وَحُرِسَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَلَمْ
يَنْبَغِ لِذَنْبٍ أَنْ يُدْرِكَهُ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ إِلَّا الشِّرْكَ
بِاللَّهِ
قَالَ
أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ صَحِيحٌ
Sunan Tirmidzi 3.396: Telah
menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah menceritakan kepada kami Ali
bin Ma'bad telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin 'Amr Ar Raqqi dari
Zaid bin Abu Unaisah dari Syahr bin Hausyab dari Abdurrahman bin Ghanm dari Abu
Dzar bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barang siapa yang setelah shalat Subuh dengan menyilangkan kedua kakinya ia
mengucapkan: LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH,
LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYII WA YUMIITU WA
HUWA 'ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah semata tidak ada sekutu bagiNya, milikNya semua kerajaan dan bagiNya
seluruh pujian, Dia Yang menghidupkan, serta mematikan, dan Dia Maha Mampu
melakukan segala sesuatu) sepuluh kali,
maka tercatat baginya sepuluh kebaikan dan terhapus darinya sepuluh kesalahan
serta diangkat baginya sepuluh derajat, dan pada hari itu ia berada dalam
perlindungan dari segala yang tidak disukai, serta terjaga dari syetan, dan tidak layak ada dosa yang menjumpainya pada hari itu kecuali syirik kepada
Allah."
Abu Isa berkata: hadits ini adalah
hadits hasan gharib shahih. ... [10]
Juga pada Sunan Tirmidzi 3.457 disebutkan
bahwa dibaca setelah shalat maghrib sebanyak sepuluh kali.
Ini menunjukkan bahwa hadits ... [10]
yang ada lafadz “YUHYII WA YUMIITU” dibaca setiap setelah shalat subuh
dan maghrib sebanyak sepuluh kali dan bacaan setelahnya seperti akhir hadits
... [9]. Ini juga menunjukkan sunnahnya mulai duduk bersila pada saat membaca LAA
ILAAHA ...
صحيح
مسلم ٩٣١: حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ عَنْ
الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ أَبِي عَمَّارٍ اسْمُهُ شَدَّادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ
أَبِي أَسْمَاءَ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ
صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ
وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
قَالَ
الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ
أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
Shahih Muslim 931: Telah menceritakan
kepada kami Dawud bin Rusyaid telah menceritakan kepada kami Al Walid dari
Auza'i dari Abu 'Ammar namanya Syaddad bin Abdullah dari Abu Asma` dari Tsauban
dia berkata:
"Jika Rasulullah ﷺ selesai
shalat, beliau akan meminta ampunan tiga kali dan memanjatkan doa
ALLAAHUMMA ANTAS SALAAM WAMINKAS SALAAM TABAARAKTA DZAL JALAALI WAL IKRAAM (Ya
Allah, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala
keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan."
Kata Walid: maka kukatakan kepada
Auza'i "Lalu bagaimana bila hendak meminta ampunan?" Jawabnya:
'Engkau ucapkan saja Astaghfirullah, Astaghfirullah." ... [11]
Dari hadits ini sangat gamblang bahwa
diriwayatkan secara diajarkan, karena jika diriwayatkan secara mendengar, mengapa
Walid bertanya cara istighfar? Tentang bacaan istighfar boleh sebagaimana hadits
ini atau yang lain, karena pada hadits ini merupakan ijtihad dari Auza'i رحمه الله sedangkan Rasulullah ﷺ mengajarkan beberapa
bacaan istighfar. Karena dzikir setelah shalat dipastikan tidak berjamaah, maka istighfar boleh memilih mana yang lebih sesuai kebutuhannya atau
mengamalkan yang paling banyak/ panjang demi meraih keutamaan dan wajibnya sesuai hadits, ini juga menunjukkan urutan dzikir.
Hadits [12] di bawah mempertegas opsl bacaan istighfar lainnya juga menunjukkan bukan dibaca pertama kali setelah salam. Berikut bacaan
istighfar dimaksud
مسند
أحمد ٢٣٣٤٦: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ سُلَيْمَانَ
الْحَضْرَمِيُّ عَنْ خَالِدِ بْنِ أَبِي عِمْرَانَ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا جَلَسَ مَجْلِسًا
أَوْ صَلَّى تَكَلَّمَ بِكَلِمَاتٍ فَسَأَلَتْهُ عَائِشَةُ عَنْ الْكَلِمَاتِ
فَقَالَ إِنْ تَكَلَّمَ بِخَيْرٍ كَانَ طَابِعًا عَلَيْهِنَّ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ وَإِنْ تَكَلَّمَ بِغَيْرِ ذَلِكَ كَانَ كَفَّارَةً سُبْحَانَكَ
وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ
Musnad Ahmad 23.346: Telah
menceritakan kepada kami Abu Salamah telah menceritakan kepada kami Khalid bin
Sulaiman Al-Hadrami dari Khalid bin Abi Imran dari Urwah dari Aisyah
bahwasanya Rasulullah ﷺ. jika duduk
dalam sebuah majlis atau shalat, beliau mengucapkan beberapa kalimat.
Lalu Aisyah bertanya kepada beliau tentang kalimat tersebut, beliau bersabda: "Jika
orang berbicara dengan sebuah kebaikan, maka kalimat tersebut sebagai setempel
baginya hingga hari kiamat. Namun, jika ia berbicara dengan selain itu maka
kalimat tersebut sebagai penghapus dosanya: SUBHAANAKA WABIHAMDIKA LAA ILAAHA
ILLAA ANTA ASTAGHFIRULLOHA WA ATUUBU ILAIH (maha suci Engkau Allah dan dengan
memuji-Mu tiada Ilah selain Engkau, saya memohon ampunan kepada Allah dan saya
bertaubat kepada-Nya)." ... [12]
صحيح البخاري ٥٨٣١: حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ حَدَّثَنِي بُشَيْرُ بْنُ كَعْبٍ الْعَدَوِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي شَدَّادُ بْنُ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
قَالَ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Shahih Bukhari 5.831: Telah menceritakan kepada kami Abu
Ma'mar telah menceritakan kepada kami Abdul Warits telah menceritakan kepada
kami Al Husain telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Buraidah dia
berkata: telah menceritakan kepadaku Busyair bin Ka'b Al 'Adawi dia berkata:
telah menceritakan kepadaku Syaddad bin Aus رضي الله عنه dari
Nabi ﷺ:
"Sesungguhnya istighfar yang paling baik adalah:
kamu mengucapkan: 'ALLAHUMMA ANTA RABBI LAA ILAAHA ILLA ANTA KHALAQTANI WA
ANA 'ABDUKA WA ANA 'ALA 'AHDIKA WA WA'DIKA MASTATHA'TU A'UUDZU BIKA MIN SYARRI
MAA SHANA'TU ABUU`U LAKA BIDZANBI WA ABUU`U LAKA BINI'MATIKA 'ALAYYA FAGHFIRLI
FA INNAHU LAA YAGHFIRU ADZ DZUNUUBA ILLA ANTA (Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku,
tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku
dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan
kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui
dosaku kepada-Mu dan aku akui nikmat-Mu kepadaku, maka ampunilah aku. Sebab
tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain-Mu) '."
Beliau bersabda: 'Jika ia mengucapkan di waktu siang
dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia
termasuk dari penghuni surga. Dan jika ia membacanya di waktu malam dengan
penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk dari
penghuni surga.' ... [13]
سنن
الترمذي ٢٨٢٨: حدثنا قتيبة حدثنا ابن لهيعة عن يزيد بن أبي حبيب عن علي بن رباح عن
عقبة بن عامر قال
أمرني
رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقرأ بالمعوذتين في دبر كل صلاة
قال
أبو عيسى هذا حديث حسن غريب
Sunan Tirmidzi 2.828: Telah
menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah
dari Yazid bin Abu Habib dari Ali bin Rabah dari 'Uqbah bin Amir ia berkata:
"Rasulullah ﷺ memerintahkan kepadaku agar aku membaca AL MU'AWWIDZATAIN (surat Al Falaq dan An Naas) setiap selesai shalat." ... [14]
Abu Isa berkata: Hadits ini hasan
gharib.
Juga diriwayatkan dalam Sunan Abu
Daud 1.302; Sunan Nasa'i 1.319; Musnad Ahmad 16.776, 17.124; Shahih Ibnu
Khuzaimah 754; Shahih Ibnu Hibban 2.004
صحيح
البخاري ٥٣٠٧: حدثنا عبد العزيز بن عبد الله الأويسي حدثنا سليمان عن يونس عن ابن
شهاب عن عروة بن الزبير عن عائشة رضي الله عنها قالت
كان
رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أوى إلى فراشه نفث في كفيه بقل هو الله أحد وبالمعوذتين
جميعا ثم يمسح بهما وجهه وما بلغت يداه من جسده قالت عائشة فلما اشتكى كان يأمرني
أن أفعل ذلك به
قال
يونس كنت أرى ابن شهاب يصنع ذلك إذا أتى إلى فراشه
Shahih Bukhari 5.307: Telah
menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah Al Uwaisi telah menceritakan
kepada kami Sulaiman dari Yunus dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari
'Aisyah رضي الله عنها dia berkata:
"Apabila Rasulullah ﷺ hendak
tidur, maka beliau akan meniupkan ke telapak tangannya sambil membaca QUL
HUWALLAHU AHAD (QS Al Ikhlas 1-4) dan Mu'awidzatain (Al Falaq dan An
Nas), kemudian beliau mengusapkan ke wajahnya dan seluruh tubuhnya. Aisyah
berkata: Ketika beliau sakit, beliau menyuruhku melakukan hal itu." Yunus
berkata: aku melihat Ibnu Syihab apabila hendak tidur, ia melakukan hal itu
juga." ... [15]
Yang dibaca setelah shalat fardhu itu
Mu'awidzatain (dua surah perlindungan) yaitu Al Falaq dan An
Nas sedangkan Al Ikhlas (surah tauhid) tidak dibaca karena perintah yang dimaksud hanya dua surah sebagaimana ditegaskan dalam hadits ... [15]
سنن
النسائي ١٣٣٠: أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ
عُثْمَانَ الشَّحَّامِ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ
كَانَ
أَبِي يَقُولُ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ فَكُنْتُ
أَقُولُهُنَّ فَقَالَ أَبِي أَيْ بُنَيَّ عَمَّنْ أَخَذْتَ هَذَا قُلْتُ عَنْكَ
قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يَقُولُهُنَّ فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ
Sunan Nasa'i 1.330: Telah mengabarkan
kepada kami 'Amr bin 'Ali dia berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya
dari 'Utsman Asy Syahham dari Muslim bin Abu Bakrah dia berkata:
Bapakku ketika selesai shalat mengucapkan (doa): 'Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran, kefakiran, dan adzab kubur'. Aku juga mengucapkannya, lalu Bapakku berkata: 'Wahai anakku, dari siapa kamu mengambil ini?' Aku menjawab: 'Darimu'. bapakku kemudian berkata: 'Rasulullah ﷺ senantiasa mengucapkannya setiap selesai shalat." ... [16]
Juga dalam Sunan Nasa'i 1.332; Musnad
Ahmad 19.514, 19.549; Shahih Ibnu Khuzaimah 746
سنن
النسائي ٥٣٨٤: أَخْبَرَنِي هِلَالُ بْنُ الْعَلَاءِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ
عُمَيْرٍ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ وَعَمْرِو بْنِ مَيْمُونٍ الْأَوْدِيِّ قَالَا
كَانَ
سَعْدٌ يُعَلِّمُ بَنِيهِ هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ كَمَا يُعَلِّمُ الْمُكْتِبُ
الْغِلْمَانَ وَيَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَتَعَوَّذُ بِهِنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ
فِتْنَةِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الْقَبْرِ
Sunan Nasa'i 5.384: Telah mengabarkan
kepadaku Hilal Ibnul 'Ala ia berkata: telah menceritakan kepada kami Bapakku ia
berkata: telah menceritakan kepada kami Ubaidullah dari Isra'il dari Abdul
Malik bin Umair dari Mush'ab bin Sa'd dan 'Amru bin Maimun Al Audi keduanya
berkata:
Sa'd pernah mengajarkan
kalimat-kalimat tersebut kepada anak-anaknya sebagaimana seorang tuan
mengajarkan kepada budak-budaknya, ia berkata: "Rasulullah ﷺ selalu
berlindung dengan kalimat-kalimat tersebut setiap
selesai shalat: "ALLAHUMMA INNI A'UUDZU BIKA MINAL BUKHLI WA
A'UUDZU BIKA MINAL JUBNI WA A'UUDZU BIKA MIN AN URADDA ILAA ARDALIL 'UMURI WA
A'UUDZU BIKA MIN FITNATID DUNYA WA ADZAABIL QABRI (Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari kebakhilan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku
berlindung kepada-Mu dari kepikunan, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah
dunia dan siksa kubur)." ... [17].
مسند أحمد ٢١١٠٣: حدثنا عبد الله حدثني أبي حدثنا المقري حدثنا حيوة قال سمعت عقبة بن مسلم التجيبي يقول حدثني أبو عبد الرحمن الحبلي عن الصنابحي عن معاذ بن جبل
أن النبي صلى الله عليه وسلم أخذ بيده يوما ثم قال يا معاذ إني لأحبك فقال له معاذ بأبي أنت وأمي يا رسول الله وأنا أحبك قال أوصيك يا معاذ لا تدعن في دبر كل صلاة أن تقول
اللهم أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
قال وأوصى بذلك معاذ الصنابحي وأوصى الصنابحي أبا عبد الرحمن وأوصى أبو عبد الرحمن عقبة بن مسلم
Musnad Ahmad 21.103: Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah telah menceritakan kepadaku ayahku. Telah menceritakan kepada kami Al Muqri telah menceritakan kepada kami Haiwah berkata: Saya mendengar 'Uqbah bin Muslim At Tujibi berkata: Telah menceritakan kepadaku 'Abu 'Abdur Rahman dari Ash Shunabihi dari Mu'adz bin Jabal bahwa Nabi ﷺ meraih tangannya pada suatu hari kemudian bersabda:
"Hai Mu'adz! aku mencintaimu." Mu'adz bin Jabal berkata kepada beliau: Engkau lebih aku muliakan melebihi ayah dan ibuku wahai Rasulullah! Saya juga mencintai tuan. Rasulullah ﷺ bersabda: "Aku berwasiat kepadamu wahai Mu'adz! Jangan kau tinggalkan setiap usai shalat untuk berdoa:
Ya Allah! Tolonglah aku untuk mengingatMu, mensyukuriMu dan beribadah padaMu dengan baik."
Berkata Ash Shunabihi: Mu'adz bin Jabal mewasiatkannya pada Ash Shunabihi. Ash Shunabihi mewasiatkannya kepada Abu 'Abdur Rahman, dan Abu 'Abdur Rahman mewasiatkannya pada 'Uqbah bin Muslim. ... [18]
juga dalam Sunan Abu Daud 1.301; Musnad Ahmad 21.103; Shahih Ibnu Hibban 2.020, 2.021
سنن ابن ماجه ٩١٥: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا شَبَابَةُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مُوسَى بْنِ أَبِي عَائِشَةَ عَنْ مَوْلًى لِأُمِّ سَلَمَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ إِذَا صَلَّى الصُّبْحَ حِينَ يُسَلِّمُ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
Sunan Ibnu Majah 915: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata: telah menceritakan kepada kami Syababah berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Musa bin Abu 'Aisyah dari Mantan budak Ummu Salamah, dari Ummu Salamah berkata: Ketika salam dalam shalat subuh Nabi ﷺ mengucapkan:
"ALLAHUMMA INNI AS`ALUKA 'ILMAN NAAFI'AN WA RIZQAN THAYYIBAN WA 'AMALAN MUTAQABBALAN (Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima)." ... [19]
Juga dalam Musnad Ahmad 25.312, 25.477
صحيح ابن حبان ٢٠٢٢: أخبرنا أبو
يعلى، قال: حدثنا داود بن رشيد، قال: حدثنا الوليد بن مسلم، عن عبد الرحمن بن حسان
الكناني، عن مسلم بن الحارث بن مسلم التميمي، عن أبيه، قال: بعثنا رسول الله صلى
الله عليه وسلم في سرية، فلما بلغنا المغار، استحثثت فرسي، فسبقت أصحابي، فتلقاني
الحي بالرنين، فقلت: قولوا: لا إله إلا الله تحرزوا، فقالوها، فلامني أصحابي،
وقالوا: حرمنا الغنيمة بعد أن ردت بأيدينا، فلما قدمنا على رسول الله صلى الله
عليه وسلم، أخبروه بما صنعت، فدعاني، فحسن لي ما صنعت، وقال: أما إن الله قد كتب
لك بكل إنسان منهم كذا وكذا.قال عبد الرحمن: فأنا نسيت الثواب، قال: ثم قال لي:
إني سأكتب لك كتابا، وأوصي بك من يكون بعدي من أئمة المسلمين قال: فكتب لي كتابا،
وختم عليه، ودفعه إلي وقال:
إذا صليت المغرب، فقل قبل أن تكلم
أحدا: اللهم
أجرني من النار سبع مرات، فإنك إن مت من ليلتك تلك
كتب الله لك جوازا من النار، وإذا صليت الصبح
فقل قبل أن تكلم أحدا: اللهم أجرني من النار سبع مرات، فإنك إن مت من يومك
ذلك كتب الله لك جوازا من النار
قال:
فلما قبض الله رسوله، أتيت أبا بكر بالكتاب، ففضه، فقرأه وأمر لي بعطاء وختم عليه،
ثم أتيت به عمر، فقرأه، وأمر لي، وختم عليه، ثم أتيت به عثمان، ففعل مثل ذلك.قال
مسلم بن الحارث: توفي الحارث بن مسلم في خلافة عثمان، وترك الكتاب عندنا، فلم يزل
عندنا حتى كتب عمر بن عبد العزيز إلى الوالي ببلدنا يأمره بإشخاصي إليه والكتاب،
فقدمت عليه، ففضه، وأمر لي، وختم عليه، وقال: أما إني لو شئت أن يأتيك ذلك وأنت في
منزلك فعلت، ولكن أحببت أن تحدثني بالحديث على وجهه، قال: فحدثته.
Shahih Ibnu Hibban 2.022: Abu Ya'la mengabarkan kepada
kami, dia berkata: Daud bin Rusyaid menceritakan kepada kami, dia berkata: Al
Walid bin Muslim menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Hassan Al
Kinani, dari Muslim bin Al Harits bin Muslim At-Tamimi, dari ayahnya, dia
berkata,
“Rasulullah ﷺ mengirim kami dalam sariyyah (detasemen). Setelah kami sampai di target
penyerangan, aku menghentak kudaku sehingga aku mendahului teman-temanku. Aku
lalu bertemu dengan orang-orang kampung (yang hendak diserang) dengan teriakan
keras kepada mereka. Aku lalu berkata, “Ucapkanlah, ilaha illallah', maka kalian akan
dijaga (aman)” Mereka pun mengucapkannya. Teman-temanku kemudian mencelaku dan
berkata, “Kita tidak jadi mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) yang
hampir kita dapatkan." Setelah kami sampai di hadapan Rasulullah ﷺ, mereka
memberitahu beliau tentang peristiwa tersebut. Beliau lalu memanggilku dan
menganggap baik perbuatanku. Beliau kemudian bersabda, “Sesungguhnya Allah
telah mencatat (pahala) untukmu, yaitu untuk setiap orangnya ini dan itu"
Abdurrahman berkata, “Aku lupa pahalanya.” Dia (ayahnya) melanjutkan
perkataannya, “Kemudian beliau bersabda kepadaku, 'Aku akan menulis untukmu
sebuah surat yang menjadi wasiatku bagi Imam-Imam kaum muslim yang datang
sesudahku'. Beliau pun menulis surat tersebut untukku dan memberinya
stempel, lalu menyerahkannya kepadaku, kemudian bersabda,
'Bila selesai shalat Maghrib,
bacalah doa ini sebanyak 7 kali sebelum kamu berbicara dengan seseorang, "Allaahumma
ajirnii minan-naar (Ya Allah, selamatkanlah aku dari neraka). Apabila kamu telah (selesai) shalat Subuh, bacalah
doa ini sebanyak 7 kali sebelum kamu berbicara dengan seseorang, "Allaahumma
ajirnii minan-naar". (Ya Allah, selamatkanlah aku dari neraka).
Apabila kamu meninggal pada hari itu, Allah akan memberimu pahala bebas dari
neraka'.
Setelah Rasulullah ﷺ wafat, aku mendatangi Abu Bakar dan menyerahkan surat tersebut
kepadanya. Dia lalu membukanya dan membacanya. Setelah itu dia menyuruh
memberikanku hadiah, kemudian memberi stempel pada surat tersebut. Aku lalu
membawa surat tersebut kepada Umar. Dia pun membacanya, lalu menyuruh
memberikan hadiah kepadaku. Kemudian dia memberi stempel pada surat tersebut.
Aku lalu menemui Utsman dengan membawa surat tersebut. Dia pun melakukan hal
yang sama (seperti yang dilakukan Abu Bakar dan Umar)." Muslim bin Al
Harits berkata, “Al Harits bin Muslim wafat pada masa pemerintahan Utsman, dan
dia meninggalkan surat tersebut kepada kami. Surat tersebut tetap ada pada
kami, sampai Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada gubernur di wilayah kami,
yang menyuruhnya memerintahkan kami menghadapnya dengan membawa surat tersebut.
Aku pun menghadap kepadanya. Dia membuka surat tersebut, kemudian menyuruh
memberikan hadiah untukku. Setelah itu dia memberi stempel pada surat tersebut,
lalu berkata, 'Sebenarnya kalau aku mau, hadiah tersebut akan sampai ke rumahmu
saat kamu sedang berada di rumahmu. Tapi aku ingin kamu menceritakan kepadaku tentang
hadits tersebut sesuai aslinya". Muslim bin Al Harits berkata, “Aku pun
menceritakan hadits tersebut kepadanya." ... [20]
(juga diriwayatkan
dalam Sunan Abu Daud 4.417)
Saya sengaja menghadirkan Shahih Ibnu
Hibban 2.022 karena matannya lebih lengkap dari Sunan Abu Daud 4.417 selain itu
hadits Abu Daud ini didha’ifkan oleh Syaikh Albani padahal perawinya tidak ada
yang diperbincangkan. Atas dasar apa hadits Abu Daud ini didha’ifkan saya tidak
tahu. Menurut saya secara makna bahwa hadits ini hanya terkhusus bagi para
shahabat tertentu. Tetapi dalam hadits Ibnu Hibban ternyata Rasulullah ﷺ juga mengajarkan kepada shahabat Muslim At-Tamimi رضي الله عنه berarti juga sunnah diamalkan selain
imam-imam muslim terkemudian. Dan bacaan ini menunjukjan akhir dari dzikir karena diamalkan sebelum berbicara dengan manusia.
Adakah yang meragukan hadits-hadits
di atas diriwayatkan secara diajarkan?
Dari beberapa hadits-hadits di atas
ada yang menunjukkan urutan sebagai berikut, pada Shahih Muslim 936, setelah
bertasbih, bertahmid dan takbir masing-masing tiga puluh tiga kali (33 X)
hadits ... [8], lalu bersila (menyilangkan kaki) sambil membaca “LAA
ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA
'ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR” pada hadits [9] atau “LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHU
LAA SYARIIKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYII WA YUMIITU WA HUWA
'ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR” sebanyak sepuluh kali (10 X) khusus subuh dan maghrib pada hadits [10]. Dilanjutkan membaca “ALLAHUMMA LAA MAANI'A LIMA A'THAITA
WA LAA MU'THIYA LIMA MANA'TA WA LAA YANFA'U DZAL JADDI MINKAL JADDU” yaitu akhir
hadits [9]. Kemudian istighfar tiga kali (3 X) silahkan pilih mana yang sesuai
kebutuhan pada hadits [11, 12, 13 dan lainnya] berikutnya membaca “ALLAAHUMMA ANTAS SALAAM
WAMINKAS SALAAM TABAARAKTA DZAL JALAALI WAL IKRAAM” pada hadits [11].
Sebagaimana kebiasaan Rasulullah ﷺ dalam mengamalkan dzikir
atau doa yaitu setelah pujian lalu istighfar, kemudian memohon perlindungan kemudian
baru bermohon.
Setelahnya membaca Al Falaq dan An
Nas (MU'AWWIDZATAIN) pada hadits ... [14] lalu membaca “ALLAHUMMA INNIY
A’UUDZUBIKA MINNAL KUFRI WAL FAQRI WA ‘ADZAABIL QABRI” pada hadits ... [16] dan
atau ALLAHUMMA INNI A'UUDZU BIKA MINAL BUKHLI WA A'UUDZU BIKA MINAL JUBNI
WA A'UUDZU BIKA MIN AN URADDA ILAA ARDALIL 'UMURI WA A'UUDZU BIKA MIN FITNATID
DUNYA WA ADZAABIL QABRI” pada hadits ... [17]
Dan ditutup dengan doa "ALLAHUMMA A’INNIY ‘ALAA DZIKRIKA WA SYUKRIKA WA HUSNIY IBADATIK” pada hadits ... [18], selanjutnya membaca "ALLAHUMMA INNI AS`ALUKA
'ILMAN NAAFI'AN WA RIZQAN THAYYIBAN WA 'AMALAN MUTAQABBALAN” khusus untuk subuh pada hadits ... [19] dan diakhiri bacaan. "ALLAAHUMMA AJIRNII MINAN-NAAR” sebanyak tujuh kali (7 X) dibaca khusus untuk subuh dan maghrib pada hadits ... [20].
Untuk ayat kursi ada yang menyertakan
dibaca setiap setelah shalat, demikian haditsnya
مَنْ
قَرَأَ آيَةَ الكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ
مِنْ دُخُوْلِ الجَنَّةِ الاَّ اَنْ يَمُوْتَ
“Siapa membaca Ayat Kursi setiap
selesai Shalat, tidak ada yang menghalanginya masuk Syurga selain kematian
”. ( HR. An Nasai ).
Saya coba mencari matan dengan lafadz
hadits ini di Sunan Nasa’i dan Abu Daud tetapi tidak ketemu bahkan di kitab hadits lain
yang saya punyai pun tidak ketemu. Hal ini untuk mencari urutan sanad juga
sekiranya ada syahid dari hadits lain namun hasilnya nihil. Berhubung demikian,
maka saya tidak berani untuk menghukuminya. Jika hadits ini ada dan shahih, maka
secara hierarki dibaca paling awal setelah salam kemudian baru
sebagaimana urutkan di atas. Hanya saja kejanggalannya bahwa harusnya kesempurnaan dzikir pada "LAA ILAAHA ILLALLAAHU ..." bukan 100 (seratus) melainkan 101 (seratus satu). Hal ini juga penegas bahwa turunnya hadits ... [8] lalu [6] adalah asbabul wurud awal dibacanya dzikir setelah shalat fardhu yang sebelumnya tidak pernah ada.
KESIMPULAN
1. Niat, dzikir, doa dan bacaan
shalat yang diriwayatkan secara mendengar dipastikan dibaca jahr
2. Niat, dzikir, doa dan bacaan
shalat yang diriwayatkan secara diajarkan dibaca sirriy (gerakan bibir
tanpa suara) pengecualian matannya menjelas lain.
3. Amalan hati yang yang tidak
diajarkan lafadznya, maka tidak ada bacaan yang diamalkan.
4. Urutan dzikir setelah shalat
fardhu lima waktu sebagai berikut
a. Hadits ... [8]
b. Hadits ... [9] atau [10] dan akhir hadits [9]
c.
Hadits ... [11 atau 12 atau 13 atau istighfar lainnya]
d. Hadits ... [14]
e. Hadits ... [16] dan atau [17]
f.
Hadits ... [18]
g. Hadits ... [19]
h. Hadits ... [20]
Demikianlah semoga bermanfaat untuk diri dan semua kaum muslimin. Amin.
تَرَكْتُكُمْ عَلَى البَيْضَاءِ، لَيْلُهَا كَنَهَارِ هَا .......
“Saya tinggalkan kalian dalam keadaan terang benderang, malamnya bagaikan siangnya ........”
Wallahu a’lam bish shawwab
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَالرَّحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kramat Jati (Jakarta Timur), 12 Rabi'ul Akhir 1.445 H
ابى اكبر الختمي